Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

SBY Galau Pertanggung Jawabkan Pelanggaran HAM Insiden Pelabuhan Sape Bima NTB

Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata membawa kegalauan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku Presiden Republik Indonesia. Melalui Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Harian Kompas, Minggu (25/2) dalam konfrensi pers, "Presiden prihatin dengan insiden yang menimbulkan korban jiwa di Bima. Presiden memerintahkan investigasi atas kasus itu. Kalaupun ada provokator yang memicu bentrok itu, harus ditangkap dan diadili."

Memang terlihat, SBY sebagai Presiden RI tidak sadar diri berdasarkan kedudukannya berdasarkan UUD 45 menyatakan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi terhadap pemerintahan, Panglima Tertinggi memiliki kekuasaan terhadap Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini, membuktikan peran dan tanggung jawab SBY sebagai pemegang kekuasaan, bukan hanya memegang, menikmati dan melaksanakan kekuasaan saja, melainkan pula harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan kepolisian dan TNI dilapangan.

Apa yang terjadi di Bima, sebuah bentrokan di Pelabuhan Sape adalah sepenuhnya akibat perilaku buruk  dan bejat dari kepolisian. Tindakan itu menyebabkan, sebuah pelanggaran HAM yang berat-yang jadi catatan jangan menyatakan korban berjatuhan harus sampai 100 orang baru dikatakan berat-berakibat pada kematian 3 warga masyarakat (versi Komnas HAM) dan 2 warga masyarakat (versi Kepolisian).

Seharusnya, sebagai kepala negara, SBY bertanggung jawab sepenuhnya. Bukan malah bersifat galau, dengan menyatakan prihatin dan memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo serta Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto. Alay banget, melimpahkan kerja-kerja yang membutuhkan peran langsung presiden malah dialihkan kepada pembantunya yang seharusnya dipecat secara tidak hormat karena bekerja tidak becus menyebabkan matinya 3 warga negara dan lebih 20 orang luka-luka parah serta meningkatnya kecemasan warga akan tindakan kepolisian yang sangat tercela itu.

SBY seharusnya secara jantan datang langsung di tempat kejadian, memutuskan cepat tindakan yang harus dilakukan. Mengevaluasi kerja kepolisian berkaitan insiden Pelabuhan Sape, Bima, NTB, dan tentunya mengeluarkan langkah-langkah sebagai kepala negara yang dibutuhkan rakyat. Kasus pelanggaran HAM Pelabuhan Sape, Bima bukan saja merisaukan masyarakat disana, tapi seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia.

SBY seharusnya mengambil langkah, pemecatan polisi yang melakukan penembakan, juga Kapolsek, Kapolres, Kapolda dan Kapolri. Jika perlu, SBY membuat Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) untuk membawa insiden pelanggaran Pelabuhan Sape, Bima ke Pengadilan HAM berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komnas HAM. Tak lupa, meminta Komnas HAM menyeret pula Bupati dan Wakil Bupati Bima beserta Gubernur NTB ke Pengadilan HAM. Dan tentunya, mendesak Mahkamah Agung (MA) segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc untuk menggelar perkara Pelanggaran HAM Pelabuhan Sape, Bima.

Jika SBY tidak dapat melakukan itu semua, lebih baik SBY mundur saja daripada hanya memasang sikap galau dan hanya bertindak alay saja. Saatnya sekarang, bagi SBY bukan untuk banyak menyuruh dan menyuruh saja, tidak pula hanya duduk-duduk santai di Istana Negara seakan tak ada yang terjadi, tapi bertindak tegas melakukan langkah kenegaraan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.

Dan berharap SBY melakukan itu mungkin sangat aneh, jadi kalau begitu ngapain kita punya presiden seperti SBY? Bagusnya diapakan ya?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.