Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Adakah Wartawan yang Independen?

Mengawali tulisan ini dengan sebuah pertanyaan, adakah wartawan yang independen? Mungkin jawabannya adalah tidak ada, bagi wartawan professional yang bekerja di sebuah media baik lokal maupun bertaraf internasional. Mungkin ada pengecualian bagi pewarta warga atau istilah kerennya citizen reporter, menulis berita tapi bukan untuk sebuah pekerjaan tapi lebih pada hobi, kebiasaan ataupun ingin menyebarkan informasi bagi orang banyak, tapi hal ini nanti dibahas secara tersendiri.

Wartawan, biasa pula disebut reporter, jurnalis ataupun pewarta melakukan pekerjaan berdasarkan tekanan dari si pemilik wartawan. Lebih tepat dikatakan, pemilik wartawan inilah sebagai pemilik modal yang membiayai operasional media mulai produksi berita hingga dilempar ke muka konsumen berita atau biasa disebut pembaca, pemirsa ataupun pendengar.

Sejak awal, wartawan mulai dari matanya membelalak hingga terlelap di peniduran hidupnya sangat berada dalam kungkungan penguasa media. Mirip boneka, diarahkan dari satu arah ke arah yang lain demi sebuah kepentingan pasar. Jual beli jasa informasi, dimana jurnalis sebagai buruh - terbersit dari sebuah stiker salah satu organ jurnalis, “wartawan adalah buruh” – bekerja berdasarkan pesanan. Ibaratkan pabrik, buruh bekerja berdasarkan tugas masing-masing. Ada sebagai pemasang kancing, hingga yang mengemas di dalam kotak bermerek untuk dijual pada konsumen. Inilah yang biasa disebut dengan kerja-kerja redaksi pemberitaan.

Rapat redaksi, awal sebuah peristiwa diproduksi untuk dilihat dari cara pandang berbeda. Kejadian yang dianggap bernilai berita dan layak dikonsumsi public, padahal bukan layak tapi sekedar dipaksakan demi tujuan kepentingan produsen berita itu sendiri dan konsumen mungkin sekedar sebagai korban dari kemasan berita itu.

Sudut pandang kejadian itulah yang dirapat redaksikan, kemudian menerjunkan para jurnalis ke medan peristiwa. Sebuah kemasan peristiwa, berdiri pada sebab akibat yang mungkin berantai sangat panjang. Namun lewat kaca mata reporter, peristiwa itu menjadi terpotong-potong, tereduksi dan kesan mendalam menjadi hilang – atau mungkin kehilangan nilai, karena telah dikebiri secara sadar maupun tak sadar. Lahirlah sebuah kejadian yang dikomoditikan menjadi sebuah berita yang melalui rekonstruksi peristiwa.

Sehingga siapa tuhan diatas tuhan itu sebenarnya? Tuhan tak pernah memotong, memilah dan merekayasa peristiwa untuk kemudian disajikan atas nama konsumsi dan hak publik. Tapi itulah yang terjadi, pewarta menjadi tuhan yang memotong peristiwa. Mengambil bagian yang dianggap menarik, layak diberitakan, punya nilai kedekatan dengan penikmat berita dan tentunya sudut pandang yang mendahulukan komoditi kepentingan pengiklan dibandingan kepentingan warga yang menikmati berita sebagai hak atas informasi ataukah hanya pengatasnamaan saja.

Rekonstruksi peristiwa itupun kemudian mengalir via pena – katanya pena itu lebih tajam dari pedang dan senjata utama wartawan – yang kini tak sekedar pena, ada tape recorder yang telah bermutasi menjadi MP4, kamera foto ataupun kamera video. Tak menunggu lama, produksi peristiwa yang tertuang dalam berita itu kemudian hadir via layar kaca; televisi, laptop, computer, ipad, hp lewat jejaring antena, gelombang elektromagnetik gsm/cdma, ataupun kabel tivi dan telepon. Menyapa, menyuguhkan hasil pandangan mata kepala wartawan yang kemudian tersiarkan ke seluruh pelosok negeri bahkan melintasi negeri hingga keluar negeri. Wartawan telah berhasil, mengkotakkan, mengkolomkan dan mengabadikan peristiwa. Membuang yang tak perlu – yang mungkin bagian tak terpisahkan – dan mengambil hal yang dianggap menarik, layak disajikan kepada public dan tentunya mendatangkan gairah rating pengiklan.

Lantas apakah proses itu disebut independen? Mungkin tidak, sebab berita yang telah dibuat ternyata harus melewati dapur redaksi yang lebih menentukan berita itu layak muat atau tidak. Jika layak tersaji, maka akan memakan kepala bagi siapapun yang membacanya. Namun bila tidak, berita itu layaknya sampah, diremas, dicaci dan dibuang di tong sampah. Berita sampah inilah yang merupakan bukti-bukti yang berserakan di belakang kantor penerbitan media, dan mungkin jumlahnya lebih banyak dibandingkan berita yang muncul dipermukaan kertas. Sampah busuk ini – walaupun tak berbau busuk di hidung – secara tak sadar maupun tak sengaja telah membuang ataupun mencampakkan pula wartawan yang memproduk awal berita itu.

Jika jumlahnya lebih banyak daripada yang menjadi pajangan disetiap halaman atau tayangan berita, maka mungkin wartawan yang menjadi bagian dari berita sampah itu adalah buangan – maaf tak bermaksud menyamakan dan mencampakkan, tapi sekedar berbicara kenyataan. Terbuang, itulah mungkin tepatnya. Bila digambarkan ibarat sesosok wartawan yang berdiri tegap, maka 2/3 dirinya adalah sampah yang selalu dibuang di tong sampah setiap harinya – bila ia bekerja pada media harian. Sisanya, 1/3 bagian inilah yang muncul menjadi berita yang dikonsumsi pembaca. Nilai 1/3 pulalah yang menjadi penghitungan point bagi setiap wartawan untuk mendapatkan penggajian, itu bila berdasarkan point sebab ada pula yang dibayar (baca : diupah) bulanan – tak tahu mana yang lebih menguntungkan, sebab mungkin keduanya tetap menguntungkan bagi wartawan itu.

Itu mungkin sekilas dari segi pemberitaan, tapi dari segi ketenagakerjaan mungkin lebih parah lagi. Peraturan tenaga kerja mengharuskan setiap pekerja bekerja 8 jam setiap hari, tapi wartawan bekerja 24 jam jika perlu – dan mungkin seperti itulah – jauh melampaui pekerja/buruh normal di sebuah pabrik pembuatan sepatu. Waktu kerja yang begitu terlampau superman itu, tak mempengaruhi perolehan upah/gaji bulanan maupun berdasarkan jumlah berita dan point yang masuk. Artinya, gaji wartawan sebagai buruh seharusnya 3 (tiga) lipat dari pekerja buruh yang hanya 8 (delapan) jam sehari.

Begitu superman-nya wartawan itu, sehingga dalam peliputanpun mungkin tak ada penghitungan biaya operasional lapangan, tunjangan jabatan, biaya per diem, hingga perlindungan asuransi – bila ada, itu sangat syukur alhamdulillah. Sangat mirip dengan tokoh Gatot Kaca, bekerja dengan otot tapi juga harus mengandalkan otak. Padahal pekerja di pabrik kebanyakan hanya mengandalkan otot sebab otak mereka telah dikendalikan mesin pabrik, tapi wartawan harus pula memeras otak untuk mendapatkan berita berdasarkan pesanan koordinator liputan ataupun redaktur berita (baca : pemilik media).

Penyalahan UU Tenaga Kerja, yang mungkin sering pula diliput oleh wartawan terutama setiap tanggal 1 Mei yang merupakan hari buruh untuk menuntut. Tapi tak pernah terdengar, wartawan menuntut pada perusahaan tempat mereka bekerja. Kenaikan gaji, penolakan sistem kontrak, jam kerja setiap hari tak melebihi 8 jam jika lebih terhitung lembur yang honornya lebih besar dari gaji pokok, dan memiliki cuti. Mungkinkah wartawan takut terhadap penguasa mereka sendiri, sementara diluar sana mereka selalu mengangkat peristiwa para pekerja yang menuntut hak mereka berdasarkan UU Tenaga Kerja. Ataukah mereka sekumpulan pecundang – maaf kata ini mungkin terlalu menghina, tapi ini sekedar intisari kenyataan. Menyedihkan, mereka tak bisa meneriakkan hak mereka padahal kewajiban mereka sudah sangat terlampau menekan hingga melampaui nilai dasar kemanusiaan (lihat Sila ke-2 Pancasila). Ataukah mereka (baca : wartawan) tak independen, ataukah independen itu adalah mimpi yang ingin diwujudkan tapi tak pernah kesampaian.

Belenggu Kapitalisme Media

Sadar ataupun tidak, berita yang telah diproduksi wartawan dari peristiwa lapangan. Adalah ujung tombak jualan pasar media untuk meraup pembeli berita, yang biasa disebut dengan pengiklan. Dalam media cetak maupun elektronik, ada skop atau wilayah tayangan/kolom yang nilainya tidak sama. Bila muncul di halaman satu atau tayangan utama, maka nilai harga iklan jauh lebih besar dari nilai yang ada dihalaman dalam pojok yang mungkin kurang dilirik.

Iklan di Indonesia, merupakan hal yang gila-gilaan menjadi pangsa pasar produktif yang menggiurkan bagi para pengusaha juga penguasa. Makanya tak heran, hari ini terdapat 11 (sebelas) channel media televisa yang berseliweran menayangkan tayangan mereka masing-masing termasuk berita. Bahkan berita hari ini, menjadi hal yang paling menggiurkan bagi setiap media untuk meraup iklan. Sehingga tak aneh kalau hari ini kita punya 2 (dua) station tivi yang mengusung berita sebagai jualan mereka, dan raupan begitu besar dari iklan disetiap tayangan berita tersebut atau biasa diistilahkan dengan waktu tayangan berita.

Keuntungan media, paling besar dinikmati oleh pemilik media itu sendiri. Contohnya saja, ada pemilik media tivi yang begitu kaya raya, sangking kayanya sanggup menenggelamkan warga Porong, Sidoarjo dengan lumpur bawah tanah. Tapi sampai hari ini tak tuntas membayarkan ganti rugi, bahkan Negara melalui pemerintah mencanangkan menjadi bencana nasional – tak lebih hanya rekayasa dan transaksional politik. Tapi sang pemilik tivi itu tak pernah disentuh oleh berita-berita kritis dari media mereka sendiri, jadi sekedar tajam untuk peristiwa yang lain namun tumpul untuk sebuah peristiwa menyedihkan. Tenggelam dalam bencana lumpur tapi pembuat bencana lumpur menikmati luberan duit dari berita yang tak pernah menyentuh lumpur itu. Sungguh sangat menyedihkan dan juga sangat memukul – mungkin sangat munafik saja berita-berita mereka itu.

Sedih memang, tapi itulah kenyataan penguasa media adalah jejaring pengusaha yang berorientasi mencari untung dengan menjadikan media sebagai salah satu jualan dan mungkin jualan utama mereka. Sementara wartawan, hanya sebagai penderita pelengkap bagi mereka yang dengan begitu gampang ditugaskan ke lapangan mencari berita. Tapi hasil produksi berita itu, mereka lebih menikmatinya dengan sangat menyenangkan tanpa perlu merasakan pahitnya kemiskinan rakyat hari ini.

Inti profesionalisme

Diatas telah dikupas bagaimana wartawan dilapangan merekonstruksi peristiwa menjadi berita, hingga pada kedudukannya sebagai buruh/pekerja serta bagaimana belenggu yang secara tak sadar dan mungkin sadar telah dimanfaatkan dengan begitu empuknya bagi pengusaha dan penguasa media. Dimana menggiring pada gambaran kenyataan tentang getirnya persoalan kewartawanan yang sulit mungkin dikatakan independen.

Kondisi terbelenggu itulah, terasa terobati dengan slogan jurnalis adalah pekerjaan profesionalisme yang memiliki kode etik. Namun bagi Robert Thiyosaki (mungkin salah penulisan) dalam bukunya cash flow, membedakan antara pekerja pegawai/buruh dengan professional. Pekerja pegawai cenderung berada pada tekanan dan memiliki atasan sehingga mendudukan dirinya sebagai bawahan, sementara pekerja professional adalah pekerja yang independen yang tidak terikat dengan perusahaan ataupun tekanan dari atasan karena bekerja secara sendiri-sendiri dengan mengandalkan keahliannya, semisal dokter, konsultan ataupun advokat.

Pekerja professional memiliki keterikatan moral dan etik atas pekerjaannya, sehingga pekerja professional harus berdisiplin ilmu sama dengan profesinya, tapi tidak dengan wartawan yang kebanyakan bukan lulusan jurnalistik. Pekerja professional, sebelum bekerja mereka disumpah secara moral dan etik atas pekerjaan yang dilakukannya karena sumpah itulah yang mengikat pekerjaannya karena tak memiliki atasan. Tapi bagaimana dengan wartawan, pernahkan mereka disumpah atas dasar profesi kewartawanan mereka, mungkin jawabnya tidak. Karena bagaimana mungkin disumpah, toh sarjana Peternakan pun bisa menjadi wartawan. Namun tak pernah ditemui, seorang dokter berlatar belakan Teknik Mesin.

Sanksi moral ataupun etik bagi pekerja professional sangat jelas, tindakan mal praktek yang dilakukan bisa mengakibatkan pada hilangnya profesi mereka itu. Kehilangan itu, akibat mal praktek membuat mereka dicabut lisensi profesi mereka. Tapi adakah wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik yang berakibat pada hilangnya lisensi kewartawanannya, jawabanya tidak. Seenak perutnya, bila mereka dipecat dari organisasi wartawannya dan media tempatnya bekerja, dia masih dapat menjalankan kerja jurnalistik pada media maupun tempat yang lain atau pada tempat yang sama. Sehingga tak ada pelanggaran etika bagi pekerjaan wartawan, karena ia tak pernah disumpah secara etik dan tak pula kehilangan profesi ketika melakukan mal praktek dalam kerja jurnalistiknya.

Jadi, pantaskah sebuah pekerjaan wartawan dikatakan sebagai pekerja professional yang berlandaskan kode etik jurnalistik? Silakan anda menjawab. Namun bila jawabannya adalah tidak, apakah profesi wartawan adalah independen yang bekerja tidak dibawah tekanan dan kepentingan perusahaan dimana dia bekerja? Silakan anda menjawab. Namun bila jawabannya adalah tidak, apakah produk yang dihasilkannya adalah sebuah produk yang independen, tidak memihak dan cover both side? Silakan anda menjawab. Namun bila jawabannya tidak, perlukah ada etika jurnalistik ataukah itu hanya pemanis bibir bagi sebuah rekayasa pemilik kepentingan?

Selamat berekayasa dengan pikiran anda


Oleh :
Muhammad Sirul Haq
(Praktisi Hukum)

Workshop Sehari Penanganan Hukum Sengketa Ekonomi Syariah

A. Dasar Pemikiran

Pengesahan Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama. Membawa perubahan besar dalam dua kelembagaan penting di negeri ini, yaitu kelembagaan ekonomi syari'ah dan kelembagaan Peradilan Agama itu sendiri. Salah satu materi penting yang diamandemen adalah mengenai wewenang absolut Peradilan Agama. Selama ini Peradilan Agama hanya berwenang menangani kasus-kasus hukum keluarga seperti nikah, waris/washiat dan wakaf, tetapi dengan amandemen ini, wewenang Peradilan Agama meluas ke wilayah ekonomi syariah (Pasal 49 UU Amandemen).

Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi : a. Bank syariah, b.Lembaga keuangan mikro syari'ah, c. asuransi syari'ah, d. reasurasi syari'ah, e. reksadana syari'ah, f. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, g. sekuritas syariah, h. Pembiayaan syari'ah, i. Pegadaian syari'ah, dana pensiun lembaga keuangan syari'ah dan bisnis syari'ah.

Dengan amandemen UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tersebut, ada empat persoalan mendasar yang perlu menjadi perhatian. Pertama, Dalam UU Perbankan Syariah yang akan segera disahkan harus dimasukkan sebuah pasal yang menyebutkan, bahwa jika terjadi perselisihan dalam masalah perbankan syariah, harus diselesaikan di Peradilan Agama. Jadi bukan di pengadilan Umum atau Badan Arbitrase.

Kedua, diperlukan perubahan (penambahan) materi Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang ditetapkan melalui Inpres No 1 Tahun 1991. Selama ini KHI hanya berisi tiga bidang hukum Islam, yaitu perkawinan, Warisan dan Waqaf. KHI yang menjadi rujukan hukum para hakim agama itu perlu menambah materi hukum ekonomi Islam (muamalah). Bahkan KHI tersebut sesungguhnya tidak memadai, karena itu perlu dirumuskan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perikatan Islam, sebagai KUH Dagang di Turki Usmani yang bernama AlMajallah Al-Ahkam Al-Adliyah yang terdiri dari 1851 pasal
Ketiga, jika terjadi sengketa di bidang ekonomi syari'ah, para pelaku ekonomi syariah harus menyelesaikannya di lembaga Peradilan Agama, bukan di Pengadilan Umum, agar pengamalan syariah benar-benar komprehensif.

Keempat, Oleh karena seluruh perselisihan di bidang ekonomi syariah menjadi wewenang Peradilan Agama, maka seluruh perangkat institusi ekonomi syariah, baik itu perbankan, asuransi, perniagaan, penanaman modal, perlu memahami hukum-hukum tentang perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya. Untuk itu perlu dilaksanakan pelatihan dan workshop ekonomi syariah bagi pegawai dan penegak hukum di lingkungan institusi yang bergerak di ekonomi syariah.

B. Materi

1. Peranan dan Fungsi Pengadilan Agama dalam Penanganan Hukum Sengketa Syariah
2. Prosedur dan Persyaratan penanganan sengketa syariah
3. Peranan Advokat/Pengacara dalam Penanganan Sengketa Syariah
4. Peran dan Fungsi Lembaga Keuangan Syariah dan Nasabah dalam penyelesaian sengketa syariah

C. Pemateri

- Prof. DR. Arfin Hamid (Dewan Penasihan Syariah MUI Sul-Sel dan Guru Besar Hukum Unhas)
- DR. M. Arsyad, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Sul-Sel)
- Drs. Irwan Muin, S.H., M.H. (Praktisi Hukum)
- Marsuki, DEA. (Dewan Pengawas Bank Indonesia)

D. Metode Workshop

- Ceramah
- Diskusi
- Studi Kasus

E. Tema

“Percepatan Trasformasi Pengetahuan dan Pelaksanaan dalam Penanganan Hukum Sengketa Syariah”

F. Tempat dan Waktu

Tempat : Hotel Clarion Makassar
Tanggal : Sabtu, 6 November 2010
Waktu : 09.00 - 17.00 Wita

G. Peserta


1. Perbankan / Perbankan Syariah
2. Asuransi / Asuransi Syariah
3. Lembaga Keuangan Syariah
4. BUMN
5. Praktisi Hukum
6. Aparat Penegak Hukum
7. Usaha Kecil Menengah
8. Umum

H. Anggaran

Biaya konstribusi peserta sebesar Rp. 650.000,- /orang
Dengan fasilitas yang didapat berupa :
- Sertifikat
- Lunch
- Coffe Break
- Perlengkapan tulis
- Materi

I. Pelaksana

Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Hukum Nasional (LPPHN) Makassar

J. Tempat Pendaftaran

Sekretariat LPPHN Jl. Antang Raya Perumahan Panakukang Mas II Blok A2/3 Antang Makassar


Demikianlah pemaparan ini dibuat dengan sebagaimana mestinya.

Makassar, 27 Sept 2010

Panitia Pelaksana

Ketua

ttd

Yusdar, S.H.


Mengetahui,
Pengurus LPPHN Makassar

ttd

Muhammad Sirul Haq, S.H.
Ketua

===

Formulir Pendaftaran

Workshop Sehari
Penanganan Hukum Sengketa Syariah

No :

Nama :

Alamat :

Tlp/HP :

Institusi/Instansi :


Telah melunasi pembayaran kegiatan Workshop Sehari Penanganan Hukum Sengketa Syariah, sebesar Rp. 650.000,- (Enam ratus lima puluh ribu rupiah)

Makassar, 2010

Peserta Panitia


(..................................) (..................................)

Transfer Dana via Bank Muamalat
No. Rek : 912.38596.99 (a.n. Muh. Sirul Haq)

Setelah transfer silakan fax bukti transfer anda ke nomor fax (0411) 497218

Kontak Person :
Yusdar : 085242567747
Susilawati : 081355743243
Sirul : 085242752603 / (0411) 2458220

Untuk liat brosur silakan klik di sini

Cerita Tentang Rumah

Rumah idaman dambaan setiap keluarga, namun untuk meweujudkan itu tidak semudah membayangkannya. Butuh perjuangaan keras...

LPPHN Gaet Pengadilan Negeri Makassar dan Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel Selenggarakan Kursus HKI dan Kepengacaraan

Makassar – Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Hukum Nasional (LPPHN) merangkul Pengadilan Negeri Makassar (PN Mks) dan Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Selatan (Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel), dalam kegiatan kursus Hak Kekayaan Intelektual dan Kepengacaraan. Bentuk kerjasama yang ditawarkan LPPHN kepada PN Mks dan Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel berupa pemateri kursus atau pelatihan tersebut.

Kegiatan yang akan berlangsung 22 Februari – 10 Maret 2010 ini, akan diisi 2 materi dari Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel, diantaranya; Pengenalan HKI dan Prosedur pendaftaran Hak Cipta, juga Prosedur pendaftaran merek. Sementara dari PN Makassar akan membawa materi diantaranya; Putusan Hakim, Upaya hukum dan Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet), dan Eksekusi (Pelaksanaan Putusan Hakim).

Pemateri dari Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel, menurut pengakuan Nosema, SH, selaku Kepala Pusat Pelayanan Hukum bahwa, rencananya akan diisi oleh Kepala Bagian
Pelayanan Hukum Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel. Begitupun dari PN Makassar, akan diisi oleh Jan Manopo, SH., hakim PN Makassar yang akan mengisi ke-3 materi.

Bagi pihak LPPHN yang diungkapkan Muhammad Sirul Haq, SH selaku direktur sangat membahagiakan. “Dikarenakan kami dapat menghadirkan pemateri dari Kanwil Hukum dan HAM Sul-Sel dan PN Makassar dalam kegiatan tersebut,” ungkap Sirul.

Kegiatan yang rencananya akan berlangsung selama 2 minggu ini, akan diisi oleh 14 pemateri untuk alokasi 14 materi. “Kami memang mengalokasikan dalam sehari itu ada satu materi, dan setiap materi dialokasikan waktu 90 menit setiap sore dari jam 15.00 hingga 16.30 wita,” ujar Sirul.

Tempat kegiatan pun muda diakses oleh para mahasiswa hokum dan masyarakat umum yang ingin ikut berpartisipasi menjadi peserta. “Karena kegiatan kami terpusat di Gedung Pelatihan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Pemerintah Provinsi Sul-Sel, yakni di Jalan Bonto Langkasa nomor 7 – 9, Makassar dekat Hotel Clarion Makassar,” aku Sirul.
Jadi bagi para mahasiswa hukum dan masyarakat umum yang ingin berpartisipasi menjadi peserta jangan tunggu lama-lama, soalnya pelatihan ini dibatasi 30 peserta saja. (msh)



http://lpphn.blogspot.com/2010/02/lpphn-gandeng-pengadilan-negeri.html

Cara Gratis Ikut Kursus HKI dan Kepengacaraan LPPHN


Kepada Yth :
Calon Peserta Kursus HKI dan Kepengacaraan
Di –
Tempat

Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan keinginan saudara/I untuk menjadi peserta Kursus HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan Kepengacaraan, maka dengan ini kami lampirkan formulir pendaftaran peserta dan brosurnya yang dapat di print out.

Kami juga punya tawaran menarik buat anda agar dapat mengikuti pelatihan ini secara gratis, kalau perlu anda bisa mendapat komisi dari kami selaku pelaksana kegiatan dengan cara :

1. Anda dapat mempromosikan kepada teman dekat maupun jauh agar mengikuti kegiatan kursus ini.

2. Setiap orang/peserta yang anda rekrut menjadi peserta kursus ini, kami akan memberikan kepada anda komisi sebesar 10% dari setiap pembayaran peserta. Jadi hitungannya, Rp. 400.000/10% = Rp. 40.000,- (empat puluh ribu rupiah)

3. Berarti setiap pendaftar yang melalui anda, maka anda mendapat Rp. 40.000,-. Jika anda berhasil mendapatkan 10 (sepuluh) orang/peserta, maka anda akan mengikuti kursus ini secara gratis. Karena, Rp. 40.000,- X 10 orang/peserta = Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah).

4. Jika pendaftar yang anda dapat lebih dari 10 (sepuluh), misalnya 13 orang. Maka anda akan mendapatkan keuntungan GRATIS mengikuti kursus + komisi dari 3 orang tersebut. Yakni 3 X Rp. 40.000,- = Rp. 120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah).

5. Nah tunggu apa lagi, segera lakukan tawaran kami tanpa perlu berfikir panjang lagi. Tidak susah kan, tinggal mencari peserta dari kalangan anda sendiri. Pasti anda punya teman kuliah di kampus, kecuali anda tidak bergaul atau tidak punya teman di kampus – kalau itu kenyataannya maka anda bukanlah manusia beruntung.

6. Untuk itu, langkah teknis yang anda harus lakukan hanya mencetak/menge-print file formulir pendaftaran dan brosur. Dimana, brosur anda gunakan sebagai alat promosi ke teman anda, dan formulir anda gunakan untuk mendaftarkan teman anda untuk menjadi peserta kursus pula.

7. Pengisian formulir sangat gampang, isilah form pada bagian atas dan bawah. Kemudian setelah calon peserta telah mengisi, mintalah pembayaran kepadanya baik pembayaran itu dilakukan secara berangsur maupun lunas. Bila diangsur, maka minimal pembayaran awal atau DP yakni sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah).

8. Setelah membayar telah dilakukan oleh peserta tersebut, maka tanda tanganilah form formulir pada sudut panitia dengan membubuhkan tanda tangan dan nama jelas anda. Kemudian, robeklah pada bagian tengah formulir yang ditandai dengan garis putus-putus. Berikanlah lembaran atas pada peserta sebagai tanda bukti pembayaran, dan lembaran bawah anda simpan kemudian anda kumpul dan serahkan kepada kami potongan formulir itu dan uang pembayarannya.

9. Pada saat penyerahan potongan formulir itu pada kami selaku panitia, maka secara otomatis kami akan memotong biaya kursus anda hingga anda hanya membayar Rp. 0,- (nol rupiah) alias GRATIS. Dan jika telah melebihi 10 orang, maka jumlah peserta lebih itu anda akan diberikan komisi dengan catatan bila angsuran pembayaran telah lunas. Bila peserta tersebut membayar langsung lunas, maka kami pun akan langsung memberikan komisi tersebut kepada anda.

10. Bagaimana, mudah kan untuk mengikuti kursus ini secara GRATIS plus KOMISI jika anda bisa melebihi 10 peserta. Maka jangan tunggu lama-lama segeralah merangkul teman anda.

Quota atau batas peserta setiap kursus dibatasi 30 orang. Jika teman anda yang berhasil anda rangkul menjadi peserta tidak tertampung lagi pada pelaksanaan kursus pada Senin, 22 Februari – Rabu, 10 Maret 2010, maka kami dapat menyertakan/memasukkan teman anda pada pelaksanaan kursus selanjutnya yakni pada, Rabu, 11 Maret 2010 – 13 April 2010.

Cuma perbedaanya, jika anda kursus setiap hari mulai Senin hingga Sabtu. Maka teman anda akan kursus 3 x seminggu, yakni hari Selasa, Kamis dan Sabtu hingga berakhirnya pelatihan/kursus.

Demikianlah penjelasan lengkap dari kami LPPHN (Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Hukum Nasional) selaku panitia pelaksana, bila masih ada yang belum jelas dari pemaparan kami diatas maka dapat menghubungi kami secara langsung via telepon, sms maupun email.

Dengan nomor telepon, HP : 081355743243 / 085242752603 / 04112458220
e-mail : sirulhaq@gmail.com (setelah e-mail anda kirim, harap meng-sms kami sebagai pemberitahuan agar e-mail anda dapat segera kami baca dan tanggapi sesuai isi e-mail anda)

Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih

Wassalam,
Makassar, 10 Februari 2010

Panitia Pelaksana,
Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Hukum Nasional (LPPHN)
Direktur,


ttd


Adv. Muhammad Sirul Haq, SH.

SILAKAN KUNJUNGI SITUS LPPHN MAKASSAR DI : http://lpphn.blogspot.com

Dibuka Pendaftaran On Line Kursus HKI dan Kepengacaraan

Kursus HKI dan Kepengacaraan yang Insyaallah akan dilaksakan pada Senin, 22 Februari 2010 hingga 10 Maret 2010, pukul 15.00 - 16.30 Wita, bertempat pelaksanaan pelatihan di Gedung Pelatihan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Sul-Sel jalan Bonto Langkasa No. 7 (samping Hotel Clarion Makassar).

Kursus yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pengkajian Hukum Nasional (LPPHN) Makassar, bekerjasama dengan Sentra HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Makassar akan bekerjasama dengan Pengadilan Negeri Makassar dan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Sul-Sel. Kursus ini sendiri diutamakan bagi mahasiswa hukum tak terkecuali fakultas Syariah dan hukum. [BERSAMBUNG)

UNTUK MEMBACA LEBIH LANJUT SILAKAN KLIK DI SINI :

http://lpphn.blogspot.com

Selamat menikmati

UNDANGAN TERBUKA AKSI 100 HARI SBY-BOEDIONO

UNDANGAN TERBUKA AKSI/DEMOSTRASI

KEPADA seluruh masyarakat Indonesia dimanapun berada, diundang untuk turun melakukan aksi di jalan-jalan di kota anda masing-masing.

Aksi akan dilakukan pada tempat-tempat stategis di kota anda, yakni di Gedung DPR/DPRD, Kantor Gubernur, Taman Makam Pahlawan, dan Jalan-jalan protokol.

Aksi besok merupakan aksi gabungan, jadi diharapkan untuk bergabung pada aksi yang telah ada di kota anda. Tidak melakukan aksi secara terpisah dan secara serampangan. Karena kesatuan aksi teman-teman sangat diharapkan demi menjaga solidaritas dan momentum kekuatan massa.

Adapun aksi besok, dengan aspirasi :

1. Mosi tidak percaya terhadap pemerintahan SBY-Boediono
2. Menuntut Pansus Century dan KPK menuntaskan kasus Bank Century dan seret Boediono, Sri Mulyani dan segala yang terlibat dalam penggelapan dana Bailout (talangan) ke pengadilan.
3. Meminta Boediono dan Sri Mulyani turun dari jabatannya.

Aksi ini merupakan gabungan dari Masyarakat sipil, Mahasiswa, Buruh, Tani, Aktivis LSM, Kelompok Profesi, Dosen, Pengusaha dan siapapun yang peduli terhadap masa depan Indonesia yang lebih baik.

MERDEKA!!!!

===

KHUSUS BUAT MASYARAKAT/MAHASISWA/BURUH/TANI DI MAKASSAR

BESOK AKSI akan dipusatkan pada :

Jam 09.00 Wita di Flyover (Tol Reformasi/kilo 4)

DIharapkan semua kelompok aksi agar menyatukan barisan dan tidak terpisah-pisah. Setiap Jenderal Lapangan (Jenlap) ataupun Kordinator Lapangan (Korlap), diharapkan melakukan koordinasi di lapangan dengan menyatukan aspirasi dan massa.

SATU AKSI BERJUTA MASSA

MERDEKA!!!!
SALAM DEMOKRASI
SALAM PERJUANGAN
HIDUP REVOLUSI

*pemakzulandotcom*

Waspadai Duplikasi Gurita Cikeas Pada Pilkada 2010

Penulis adalah advokat

Mewaspadai modus Gurita Cikeas (GC) sepatutnya dilakukan pula pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2010. Indikasi duplikasi modus GC sangat mudah tercium pada pesta demokrasi setingkat pilkada yang tidak hanya terjadi pada pemilihan presiden, dimana diduga keterlibatan yayasan-yayasan dalam lingkaran dan tim kampanye SBY dalam menggunakan penggelapan dana Bank Century demi melenggangkan SBY-Boediono ke Istana Negara. Sebab logika sederhana yang diungkapkan George Junus Aditjonro (GJA) dalam karyanya Membongkar Gurita CIkeas (MGC), secara jelas memaparkan sejauhmana kepentingan modal dalam pemenangan calon.

Modal berperan sangat besar dalam menggerakkan mesin-mesin pemenangan, dimana diketahui bersama bahwa ongkos pemilu di Indonesia terbilang berbiaya tinggi. Bukan biaya yang sedikit untuk menggelontorkan anggaran pencetakan atribut kampanye, mulai dari baligho, bendera, pataka, baju, sticker hingga iklan media cetak dan elektronik. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan guna membiayai tim pemenangan yang bergerak pada level ring 1 para calon hingga pada tingkatan terkecil di setiap daerah pemilihan.

Biaya milyaran yang harus dikeluarkan bukan lagi menjadi isapan jempol semata, tapi merupakan keharusan yang selayaknya disediakan para calon yang ingin maju pada pilkada. Karena setiap calon harus mendapat dukungan partai politik, dan biaya untuk mendapatkan dukungan politik dari partai politik pun terbilang selangit. Apalagi dukungan yang diharapkan dari mesin politik resmi diatur dalam Pasal 59 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai sebuah keharusan kecuali calon independen, sehingga tak bisa dielakkan jual beli partai politik menjadi marak mendekati pelaksanaan pilkada.

Sementara pergerakan calon independen yang secara resmi diakui berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tetap memerlukan biaya tinggi, karena untuk mengimbangi kekuatan calon yang didukung partai politik memiliki kekuatan dana yang sangat besar. Maka sangat bisa dipastikan, pada calon independen akan kalah telat bila tidak memiliki dana yang sama besarnya dengan calon yang bergerak dengan mesin politik, karena ongkos untuk membentuk jaringan tim pemenangan bukan harga yang murah diluar dari perangkat kampanye lainnya.

Indikasi Gurita Cikeas

Pemaparan GJA dalam buku MGC sangat jelas digambarkan bagaimana jejaring mesin pemenangan yang dibuat semassif mungkin, mulai dari lingkaran terdalam tim pemenangan hingga lingkaran terluar pemenangan pemilihan. Dan diulas dengan gamblang bagaimana keterlibatan dana yang dibutuhkan untuk menggerakkan tim kampanye tersebut, dengan anggaran sangat besar sehingga upaya menghisap sumber-sumber dana dari luar harus pula dilakukan tidak hanya bersandar pada kekuatan dana para calon.

Pembentukan beberapa yayasan, tak lain demi merangkul dana-dana pendukung dari pihak ketiga baik secara langsung maupun tidak langsung menyokong dan memiliki kepentingan pula bagi kemenangan calon. Ada 4 sumber dana yang sangat kental menjadi aliran dana pihak ketiga, mulai dari para pemilik modal yakni pengusaha perseorangan, korporasi berbentuk badan hukum dan BUMN, pihak asing atau luar negeri, dan tentunya dana dari pengelapan anggaran yang juga termasuk didalamnya dana money laundry (pencucian uang).

Bagaikan gurita, keempat sumber tersebut mengalir baik secara swadaya maupun melalui rekayasa agar tak terindikasi pelanggaran pemilu, terutama dalam persoalan anggaran kampanye yang tak boleh menggunakan dana dari BUMN, pihak asing dan dana dari sebuah kejahatan semisal penggelapan dan korupsi. Agar dana itu dengan mudah masuk, dibuatlah alirannya tidak dilakukan secara langsung tapi melalui aliran yang terbilang canggih melalui rekening siluman.

Aliran dana sumbangan illegal itu, biasanya disetorkan dulu melalui sebuah bank mirip modus Bank Century. Agar dana itu tak langsung masuk pada rekening tim kampanye secara resmi tercatat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga sulit dilacak oleh panitia pengawas pemilu (panwaslu), dibuatlah berbagai yayasan untuk menampung dana tersebut sebagai bentuk rekening siluman. Dana yayasan tersebut pun digunakan oleh pengurus yayasan dengan membuat berbagai kegiatan yang katanya tidak berkaitan dengan politik, padahal kerja-kerjanya secara langsung dan tidak langsung menggerakkan mesin politik dan jaringan-jaringan pemenangan hingga pada tingkat terbawah.

Adapula aliran dana dari yayasan dan bank yang masuk ke rekening tim kampanye, tidak melebihi ambang batas dari aturan yang ditetapkan oleh UU dan aturan KPU. Sehingga tidak terlihat sebagai suatu pelanggaran dalam pengaturan anggaran dana kampanye, apalagi kekuatan KPU dan Panwaslu dalam kebijakan menyikapi pelanggaran anggaran kampanye terbilang mandul. Hal ini memang telah direkayasan sistematis melalui UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang secara sengaja dibuat agar sulit terjerat, indikasi pelanggaran hanya diberi kepada Panwaslu waktu 3 hari untuk diusut ditambah 5 hari bila masih membutuhkan informasi dan data sejak ditemukannya pelanggaran (Pasal 190, ayat 6 dan 7 UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden). Padahal untuk membongkar kejahatan pidana sangat tidak masuk akal akan selesai dalam jangka waktu singkat, sementara kejahatan tersebut terjadi secara sistematis dan profesional.

Modus Duplikasi

Mengecek modus duplikasi pada pelaksanaan pilkada sebenarnya memiliki kesamaan, cuman yang membedakan adalah para pelaku, skala wilayah dan jumlah anggarannya. Modus paling nyata yang pernah terungkap hingga penangkapan oleh KPK adalah fungsionaris PAN, Abdul Hadi Jamal yang menggunakan dana penggelapan pembangunan kawasan pelabuhan yang ada di Indonesia bagian timur. Jadi begitu pula yang terjadi di Pilkada, para calon yang maju terutama yang masih berada di lingkungan kekuasaan sangat memiliki indikasi menggelapkan dana anggaran pemerintah daerah.

Kekuatan dana bagi para incumbent, apalagi bila ia penguasa yang bukan pengusaha atau memiliki anggaran pribadi untuk maju, maka dapat dipastikan aliran dana dari pihak ketiga akan sangat besar. Terutama yang memiliki kepentingan adalah para pengusaha yang berupaya mempertahankan usaha mereka tetap langgeng di daerah tersebut, menguras kantong para kepala SKPD (Satuan Kerja Pelaksana Dinas) dengan ancaman akan diturunkan jabatan bila tidak melakukan dukungan dana dan dari BUMD tak luput dari penghisapan logistik.

Modusnya sangat jelas, dana-dana siluman itu tak mungkin masuk melalui rekening yang terdaftar di KPUD yang diawasi oleh Panwaslu. Tapi dana itu akan mengalir ke rekening-rekening yang dibuat secara terpisah dan tertutup yang sulit dideteksi publik, biasanya menggunakan nama pihak ketiga di rekening yang biasanya orang-orang atau badan hukum yang juga ada dalam lingkaran para calon.

Dana liar itu tak masuk begitu saja sebagai sumbangan sukarela, tapi memiliki muatan politik juga yang biasanya terjalin melalui kontrak politik terselubung. Kontrak itu sangat jelas demi kepentingan dana pula, sebab tak ada yang ingin rugi dalam pertarungan politik layaknya pertaruhan di meja judi. Siapa yang menang maka bersiap-siap menfasilitasi para pengusaha dan jejaring sumbangan dana tersebut dalam berbagai proyek di daerah, dan biasanya akan melukai kepentingan rakyat serta melabrak aturan yang berlaku.

Maka tak heran, bagi para kepala daerah maupun kepala negara yang menang pemilu akan memanjakan para tim pemenangannya baik yang berada di lingkungan kekuasaan maupun yang diluar. Modus yang paling jelas terlihat adalah penggantian mobil dinas bagi pejabat terkait, sebagai bentuk pelampiasan pesta politik dari sebuah kemenangan walaupun melukai rasa keadilan masyarakat. Hal lain, kepala daerah biasanya mengakomodasi kepentingan pengusaha lewat kebijakan dan rekayasa proyek demi politik balas budi.

Politik balas budi inilah yang biasa lahir melalui proyek-proyek pembangunan di daerah yang biasanya mengorbankan kepentingan masyarakat. Semisal pembangunan mall di area publik yang tidak seharusnya dijadikan tempat berbisnis, tapi kemudian itu tetap dilakukan walaupun kemudian masyarakat tak bisa lagi menikmati tempat tersebut sebagai kawasan akses publik atau daerah kepemilikan umum. Menempatkan orang-orang pada jabatan di pemerintahan, walaupun orang-orang tersebut tidak memiliki kapasitas untuk berada disitu. Dan bila kursi kekuasaan telah penuh dan masih banyak yang harus ditampung, maka dibuatlah berbagai jabatan yang sebelumnya tak pernah ada semisal jabatan wakil kepala yang cenderung hanya mubassir dan pemborosan anggaran.

Lantas dimanakah kepentingan masyarakat yang dulunya dikejar-kejar untuk mendapatkan suara agar bisa melenggang ke kursi kekuasaan? Jawabannya tentunya akan dinomor tigakan, atau hanya menjadi bentuk eksploitasi saja. Slogan kampanye yang memihak rakyat dengan berbagai program menggiurkan, kini hanya tinggal janji hisapan jempol semata. Jika indikasi tersebut benar adanya, haruskah kemudian pesta demokrasi yang digelar dengan biaya mahal tetap dilaksanakan tanpa pemihakan kepada rakyat dan penegakan hukum secara pasti bagi yang melanggarnya?

KESADARAN LINGKUNGAN : Pidato Anak 12 Tahun di Sidang PBB Tentang Lingkungan

Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki, seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental Children's Organization ( ECO ).
ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak" lain mengenai masalah lingkungan. Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB, dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah pidato kuat yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa pemimpin dunia terkemuka.
Apa yg disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun hingga bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, lalu saat pidatonya selesai ruang sidang penuh dengan orang terkemuka yg berdiri dan memberikan tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun.

Inilah Isi pidato tersebut: (Sumber: The Collage Foundation)

Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O - Enviromental Children Organization Kami adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi.

Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja. Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada disini untuk berbicara bagi semua generasi yg akan datang. Saya berada disini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar. Saya berada disini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya diseluruh planet ini karena kehilangan habitatnya. Kami tidak boleh tidak di dengar. Saya merasa takut untuk berada dibawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara. Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya - hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya. Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang? Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!

Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita. Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya. Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah. Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak
tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!

Disini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi - tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi, dan anda semua adalah anak dari seseorang. Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama - perbatasan dan pemerintahan tidak akan mengubah hal tersebut. Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama. Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami membeli sesuatu dan kemudian membuang nya, beli dan kemudian buang. Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan. Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untuk kehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi. Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan - kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi. Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: "Aku berharap aku kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih sayang " .

Jika seorang anak yang berada dijalanan dan tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah? Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India. Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini. Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?

Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konperensi ini, mengapa anda melakukan hal ini - kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharus nya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan, " Semuanya akan baik-baik saja , 'kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari segalanya." Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua? Ayah saya selalu berkata, "Kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu, bukan oleh kata-katamu". Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut. Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.

***********
Servern Cullis-Suzuki telah membungkam satu ruang sidang Konperensi PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya dengan pidatonya. Setelah pidatonya selesai serempak seluruh orang yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada anak berusia 12 tahun itu. Dan setelah itu, ketua PBB mengatakan dalam pidatonya: "Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan isinya disekitar kita oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju berdiri di mimbar ini tanpa selembarpun naskah untuk berpidato. Sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh asisten saya kemarin. Saya ? tidak kita semua dikalahkan oleh anak yang berusia 12 tahun "
???? ??? ??? ??? ??? ???
??? ??? ??

*Tolong sebarkan tulisan ini ke semua orang yang anda kenal, bukan untuk mendapatkan nasib baik atau kesialan kalau tidak mengirimkan, tapi mari kita bersama-sama membuka mata semua orang di dunia bahwa bumi sekarang sedang dalam keadaan sekarat dan kitalah manusia yang membuatnya seperti ini yang harus bertindak untuk mencegah kehancuran dunia.
FROM PPO

*(Copyright from: Moe Joe Free)

mari lakukan sesuatu utk membuat kehidupan di dunia ini lebih sustainable, sekecil apa pun, dr mulai lingkungan sendiri,dan mulai saat ini juga...
kekayaan alam ini bukan hanya merupakan warisan dr nenek moyang kita, tp jg titipan utk anak cucu kita...
trimakasih udh nyimak note yg lmyn pnjg ini... :D

Setiap anak punya peluang yang sama dengan Servern Cullis-Suzuki, setiap anak punya keberanian yang alamiah, punya kemampuan yang mengesankan....namun seringkali kita orangtuanya memasung anak sehingga dia kehilangan kehebatannya itu...
semoga kita bisa mengorbitkan anak sesuai dengankehebatan mereka masing-masing.

Oportunisme PAN Dibawah Kepemimpinan Hatta Radjasa

Pertama-tama mari kita ucapkan selamat kepada Hatta Radjasa (HR) yang terpilih di Batam sebagai Ketua Umum PAN (Partai Amanat Nasional), juga dikenal sebagai Menko Perekonomian pada pemerintahan SBY-Boediono. Namun, dibalik ucapan selamat itu upaya tetap kritis terhadap PAN sebagai sebuah partai yang mewarnai arah perpolitikan Indonesia. PAN yang dikenal sebagai partai reformis seiring dengan gerakan reformasi dan penokohan Amien Rais sebagai simbolisasi tokoh reformasi yang kini menjabat Dewan Pembina PAN. Tapi pada kenyataannya, seiring dengan bergulirnya waktu PAN terlihat tidak menampakkan aura sebagai partai reformis lagi, melainkan telah menjadi partai oportunis.


Oportunisme PAN sebagai sebuah partai sangat terlihat ketika telah mulai masuk pada lingkar kekuasaan, dengan kecenderungan tidak konsisten bersifat kritis pada penguasa layaknya aura ketika partai ini dideklarasikan. Apalagi hari ini, HR yang juga sebagai Ketua Tim Pemenangan SBY setelah keberhasilannya turut menggolkan SBY-Boediono menjadi presiden dan wakil presiden, memegang tampuk pimpinan PAN yang dipilih secara aklamasi. Satu-satunya saingan yang mengajukan diri yakni Drajat WIbowo mengundurkan diri dari pencalonan sehingga dengan mulusnya HR memegang kursi nomor 1 di PAN. Hal ini menandakan HR memiliki kepentingan kekuasaan yang sangat besar untuk tetap mempertahankan kekuasaannya di pemerintahan, selain mendukung kekuatan SBY dan Partai Demokrat (PD) di parlemen agar tidak goyah.


Dapat dipastikan, HR dalam memimpin PAN 5 tahun ke depan tidak memiliki pemikiran reformis dalam menahkodai PAN. Diyakini, PAN akan bercokol dibawah kekuasaan mendampingi PD di parlemen, memperbesar jejaring kekuasaan SBY dan tentunya menjadi tameng ketika SBY maupun PD digoyangkan dalam upaya publik membongkar skandal Bank Century. Simbolisasi matahari yang bersinar terang sebagai logo PAN mungkin tidak akan didapati pada langkah-langkah PAN dalam keberpihakan kepada rakyat. Aura status qou sangat kental mewarnai perjalanan PAN 5 tahun kedepan, karena orang-orang yang akan mendukung HR di PAN pastilah tak jauh dari kekuasaan pula.


Lantas masihkah tersisa harapan bagi PAN kedepan? jawabannya mungkin sangat meragukan. PAN yang dulunya dijuluki sebagai partai bersih, kini terlihat melindungi SBY dan kroninya yang diduga terlibat dalam penggelapan dana Bank Century untuk keperluan kampanye politik pemenangan SBY-Boediono. Karena telah menjadi rahasia publik kalau PAN adalah partai pendukung SBY dan PD pada pemilu 2009, yang kini turut bercokol beberapa orangnya mendampingi SBY dan salah satunya tak lain adalah HR.


PAN pula tak pernah didengar mendengungkan lagi kampanye sebagai partai bersih, dan terkhusus pula misi pemberantasan korupsi di Indonesia. Hampir tak pernah terdeteksi publik kalau PAN melakukan perjuangan melawan korupsi, apalagi sampai pada tindakan realistis mendukung para penegak hukum dalam menangkap para koruptor. Keraguan terhadap tindakan PAN itu dapat terlihat dengan adanya figur-figur PAN yang juga terjerat korupsi yang tidak coba dibersihkan dari kepengurusan ataupun hingga pemecatan sebagai anggota partai, malah ada upaya untuk melakukan perlindungan terhadap para kader koruptornya itu.


Kader PAN sendiri banyak diketahui berasal dari Muhammadiyah, yang memang tak dapat dipisahkan keduanya karena bagaikan mata uang. Walaupun dalam hal ini tidak bisa menggunakan cara berfikir silogisme, tapi tak dapat dipungkiri kehadiran PAN sangat diwarnai dengan keberadaan Muhammadiyah di Indonesia. Apakah kemudian Muhammadiyah yang secara dominan mempengaruhi keberadaan PAN ataukah sebaliknya, soalnya diantara keduanya memiliki daya tarik menarik baik dalam pembangunan SDM juga visi perjuangan bangsa yang mandiri dan reformis.


Ataukah sebenarnya, terjadi disorientasi pada PAN sebagai partai politik. Walaupun pada momen pidato Hatta Radjasa setelah terpilih menjadi ketua umum PAN, dengan mengatakan PAN akan menjadi partai politik yang terbuka dan moderat. Mungkin itu hanya sebatas menjaring kekuatan suara dan simpatisan partai secara pragmatis, tapi untuk pemikiran dan tindakan nyata bagi kepentingan bangsa terutama rakyat miskin di Indonesia masih sangat disangsikan.


Pragmatisme partai yang terasa jelas itu, melahirkan tindakan oportunisme untuk tetap menjaga kekuasan yang mana dirinya telah menjadi bagian darinya. Walaupun kemudian kekuasaan itu terindikasi terjadi korupsi, kecenderungan yang terlihan PAN akan berupaya mati-matian mempertahankan dan membela kekuasaan itu biarpun kekuasaan itu sebenarnya memang telah melakukan kesalahan. Jikalau seperti demikian, mungkin PAN tinggal sejarah saja dicatat sebagai partai reformis ataukah sama sekali tak perlu dicatat karena akan lebih melukai hati rakyat.


Terbuka Moderat

Partai terbuka moderat adalah partai modern yang mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Dimana ciri partai tersebut lebih pada penghapusan sekat-sekat agama, ideologi pemikiran dan ras. Namun apakah itu ciri yang memang diinginkan oleh Hatta Radjasa, tentunya masih mengalami perdebatan dan menunggu langkah nyata ke depan. Tapi melihat kesungguhan itu, mungkin teramat sulit untuk dilakukan PAN dalam kondisi kedekatannya dengan kekuasaan.


Sebab, partai terbuka moderat juga bercirikan sebagai partai yang transparan terutama dalam penyikapan berbagai pelanggaran hukum termasuk kasus korupsi yang merupakan penyakit bangsa hari ini. Transparan dalam pengelolaan anggaran partai, administrasi dan kerja-kerja yang ditujukan bagi rakyat. Persyaratan lain yang dibutuhkan sebagai partai terbuka moderat, siap menerima kritikan baik dari dalam maupun dari luar partai. Hal lain, siap menanggapi berbagai kepentingan politik dari arus bawah, termasuk tidak menjadikan ideologi berdasarkan salah satu agama, memperhatikan suara-suara rakyat miskin terutama para simpatisan yang membutuhkan pula dukungan politis dalam membebaskan mereka dari kungkungan kemiskinan.


Partai terbuka moderat pula harus siap selalu berdialog, menanggapi berbagai masukan terhadap perkembangan kondisi, menjalankan tuntutan masyarakat banyak walaupun mungkin bukan sebagai anggota partai, dan tentunya siap melawan kekuasaan bila kemudian para penguasa yang berkuasa itu lalim atau korup dalam menjalankan pemerintahan. Artinya, tidak menuhankan lagi kepentingan partai hanya bersandar pada kekuasaan, jabatan, materi dan kepentingan sesaat. Melainkan tetap mengedepankan perjuangan kemandirian bangsa dan negara diatas kepentingan partai, dan bila itu tidak diwujudkan maka siap-siap saja akan ditinggalkan oleh para pemilihnya.


Apa kemudian PAN bisa bertindak seperti itu????

Sang Pemimpi Buktikan Mimpi Itu Nyata

”Kita akan sekolah ke Perancis, menjelajah sampai afrika!” Mimpi yang terbilang sulit namun menjadi realita ditangan Ikal dan Arai, dua anak miskin Belitung yang mampu menginjakkan kaki di Eropa dan menikmati eksotis benua Afrika

Memasuki ruang studio tempat digelarnya film Sang Pemimpi serasa penuh sesak, tak ada kursi merah tersisa. Tanda berjubelnya keinginan para pembaca Sang Pemimpi, sekuel kedua tetralogi Andrea Hirata untuk melihat bagaimana versi layar lebarnya disajikan dengan cita rasa tersendiri. Hal yang paling mencolok, bila dalam bacaan novel pembaca digiring dalam ruang imajinasi pulau Belitung, sosok Arai, Jimborn, Ikal dan berbagai tokoh yang menghiasi alur novel, hingga penggambaran semangat akan mimpi-mimpi yang dibangkitkan Arai melalui guru Sastra mereka.
Namun melalui film ini, imajinasi buku itu seakan tumpah ruah didepan mata melalui peran para tokoh yang di sutradarai Riri Riza dan di produseri Mira Lesmana. Tapi yang seperti diutarakan Riri Riza sendiri, film Sang Pemimpi tak semua menampung gairah yang tertuang dalam novelnya. Apalagi untuk plot awal memiliki perbedaan mendasar dengan permulaan novel, karena dibuat lebih visual dan sebagai pembuka film.
Pengambilan sudut gambar, karakter para tokoh dan tentunya lelucon yang sesekali muncul dalam adegan-adegan film, sangat layak ditonton buat anak-anak hingga orang dewasa. Sehingga tak heran, jumlah penonton Sang Pemimpi the movie terbilang sangat beragam hingga menjadi rekreasi sendiri ditengah liburan sekolah bagi para keluarga yang menjadikannya sebagai edutainment.
Pesan mendidik begitu kental, melalui ajakan memimpikan cita-cita setinggi langit dan wujudkan mimpi-mimpi itu dalam kehidupan, karena setiap mimpi adalah imajinasi menuju masa depan. menghanyutkan bagi siapapun yang menonton agar tak menyerah pada keadaan tapi tetap menjaga semangat pantang menyerah. Layaknya pekikan yang didengungkan Arai kepada Ikal ketika pada penerimaan rapor ia mengalami penurusan prestasi dalam film ini, ”Tanpa Mimpi, orang seperti kita akan mati!”.
Perlawanan akan nasib yang bagi kebanyakan anak-anak bangsa ini mungkin akan mengambil jalan tak melanjutkan pendidikan, tapi dibuktikan lain oleh Arai, Ikal dan Jimron yang dengan perjuang keras melalui hari demi hari pembelajaran di sekolah pada pagi hari. Berjuang dengan bau amis ikan di dini hari dan berbagai pekerjaan serabutan lainnya dilakukan pantang menyerah demi terisinya tabungan dan uang sekolah demi cita-cita impian yang ingin diraih.
Dorongan mimpilah yang membuat hidup tiga bersaudara tersebut lebih bergairah dan memiliki arah hidup yang jelas demi membuktikan keingan yang setinggi langit itu tak sia-sia belaka. ”Jejaki kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Perancis. Langkahkan kakimu di altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. Ikuti jejak-jejak Sartre, Louis Pasteur, Montesquieu, Voltaire. Di sanalah orang belajar scince, sastra dan seni hingga mengubah keadaan...” Ungkapan semangat itulah yang menjadi cita-cita mereka. Serasa terus menghantui dan menjadikan mereka sakan-akan gokil habis.
Penonton juga dimanjakan dengan OST & Songs Inspired Sang Pemimpi! "Kita Telah Berjanji Bersama Taklukan Dunia Ini..." -Sang Pemimpi - Theme Song oleh Band GIGI- check out the video clip, Directed oleh Edwin. Apalagi didukung dengan tata suara yang digawangi Satrio Budiono, Penata Musik Aksan Sjuman dan 1st AD Rivano a.k.a Mano. Membuat acting Zulfani (Ikal Kecil), Vikri (Ikal Remaja), Mathias Muchus (Ayah Ikal), Maudy Ayunda (Zakiah Nurmala), Jay Wijayanto (Bang Zaitun) dan para pemain Sang Pemimpi lainnya terasa sangat memukau.
Tak mengherankan, soalnya proses penataan suara dolby digital film Sang Pemimpi mengambil kota yang khusus dan terbilang sangat jauh yakni di Siam Studio, Bangkok. Setelah itu menuju proses paling akhir, mencetak print film di Mitra Lab - Jakarta dan English subtitling copy. Jadi tak mengherankan bila kejernihan suara yang dihasilkan begitu menggoda telinga, membuat setiap adegan maupun percakapan terasa begitu jelas. Hal ini dibuktikan dengan setiap percakapan yang mengundang tawa sontak saja disambut para penonton dengan gelak tawa yang membahana.
Sebuah hiburan yang tak rugi untuk ditonton, terutama bagi orang tua yang menginginkan dorongan semangat dan membangun mimpi setinggi langit bagi anak-anak mereka. Dan mimpi itu diajarkan secara apik melalui film ini, bahwa perjuangan untuk meraih mimpi tak diperoleh dengan mudah. Tapi dengan kerja keras, pantang menyerah, ini ditunjukkan dengan kebiasaan sederhana namun mengandung makna mendalam yakni kebiasaan rajin menabung. Dan tabungan tersebut tidak dipergunakan salah, melainkan untuk menolong bagi yang membutuhkan dan tentunya untuk persiapan dana masa depan.
Perspektif berbeda yang ditampilkan Riri dalam film ini tentang bagaimana rasa cinta diungkapkan, dukungan orang tua dan guru, etos kerja dan belajar pantang menyerah dan keyakinan mewujudkan harapan. Menjadikan setiap detik film ini mengundang tawa, tangis yang menyatu dengan rasa getir sekaligus dorongan semangat untuk berbuat sama. Bahwa mimpi, ia bukanlah sekedar mimpi tetapi hadir secara nyata di masa depan. Selamat bermimpi.

(Muhammad Sirul Haq)
Diberdayakan oleh Blogger.