Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Warna-Warni Demokrasi di Jeneponto

Demokrasi dalam wacana konstektualitas diukur dalam suatu konsep kewilayahan, dapat dikaitkan kondisi Kabupaten Jeneponto sekarang ini. Apalagi Jeneponto sekarang ini lagi hangat-hangatnya menghadapi guliran pilkada, dengan pertarungan berbagai kendaraan politik, simpul-simpul politik akar rumput dan pertarungan wacana yang beragam. Semua itu membuktikan Jeneponto siap menjadi pertarungan berbagai kepentingan politik.
Pertarungan politik yang paling kental, tak lain partai politik sebagai kendaraan riil bagi siapa saja yang ingin maju. Mulai dari partai yang paling kuat jaringan hingga ke akar rumput, kekuatan kader, pendanaan, dan kekuatan primordial kekuasaan. Penguasaan pengetahuan tak dapat pula dielakkan, berupa penggunaan lembaga survey dan tim kampanye yang solid dan mapan memetakan kondisi politik di Jeneponto. Sehingga untuk membaca siapa yang menang tidak terlalu sulit dan tidak perlu di konflikkan.
Terkadang, konflik menjadi saluran nyata politik praktis dalam memenangkan pemilihan. Terutama konflik pada akar rumput yang sengaja dibangun untuk memecah suara, atau untuk melihat seberapa jauh kekuatan lawan. Konflik pada elit politik pun bisa terbuka lebar terjadi, terutama pada perebutan pencalonan yang bisa berimbas pada simpatisan calon. Sehingga pemetaan analisis konflik perlu dilakukan setiap elemen termasuk masyarakat bawah.
Rakyat cenderung hanya sebagai objek bukan pemegang kedaulatan. Telah menjadi rahasia umum, rakyat menjadi bulan-bulanan kepentingan kekuasaan yang ingin merebut kekuasaan ataupun yang ingin mempertahankan kekuasaan. Rakyat dieksploitasi hanya untuk kepentingan meraup suara, tak lebih. Selain itu, jadi saluran buangan slogan-slogan kampanye yang belum tentu riil adanya. Mungkin propaganda slogan kampanye hanya simbol belaka bagi rakyat.
Propaganda para calon bupati pun, harus dipertanyakan kebenaran dan realisasinya. Banyak propaganda calon hanya slogan dan belum terbukti adanya. Mulai dari propaganda memajukan Jeneponto, melakukan perubahan, pendidikan dan kesehatan gratis, hingga upaya merasa dekat dengan rakyat. Padahal kenyataannya, rakyat didekati dan diimingi sesuatu tak lebih hanya pemanis bibir saja. Sehingga propaganda hanya jadi jualan politik belaka, tak ada kepentingan rakyat yang diperhatikan secara nyata.
Rakyat, memiliki andil dan kemauan riil terutama dalam menyentuh hak dasar dan pelayanan publik yang terealisasi. Buktinya, kepentingan rakyat yang disuarakan hanya jadi bahan jualan semata, sementara rakyat tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan. Apalagi sampai turut serta dilibatkan dalam proses pelaksanaan kebijakan, cenderung rakyat hanya menjadi penonton saja. Passifnya partisipasi rakyat ini, tak terlepas dari political will pemerintah yang memang menutup akses masyarakat umum.
Akses masyarakat hanya terbuka pada pencoblosan calon, tetapi tidak pada pencoblosan realisasi program. Akses masyarakat, dibuka dalam satu gerbong saja. Yakni, gerbong pemilihan tapi tidak meluas pada kebebasan menentukan program apa yang mereka butuhkan dan pengontrolan program agar terealisasi secara mapan dan transparan. Sehingga demokrasi yang coba digulirkan, hanya berkutat pada kalangan elit tapi tidak menyentuh akar rumput.
Harapan, mewujudkan demokrasi di Jeneponto yang penuh warna. Cenderung hanya terwujud dalam bendera-bendera kampanye dan atribut para calon semata. Tapi tidak beragam melihat kebutuhan masyarakat, sehingga yang terlihat hanya satu warna kepentingan. Merealisasikan menjadi penguasa Jeneponto, tapi melupakan kebutuhan beragam masyarakat yang menuntut kesejahteraan. Kita tinggal menunggu saja, apakah warna-warni Demokrasi di Jeneponto dapat terealisasi, insyaallah!

M Sirul Haq
Diberdayakan oleh Blogger.