Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Dahlan Iskan dan Kekuatan Politik Menuju Kursi Presiden

Dahlan Iskan (DI), Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dalam prioede kepemimpinan SBY-Boediono menjadi figur kuda hitam dalam pemilihan presiden 2014. Bahkan, dukungan masyarakat terutama di jejaring sosial meningkat terhadap ketokohan DI yang berkarakter.

Figur DI bagaikan oase di tengah padang tandus yang kering. Masyarakat memiliki kecenderungan memilih DI sebagai calon presiden karena dianggap bersih dari korupsi, hidup sederhana, tekad kerja yang kuat dan kemampuan mengambil keputusan cepat ditengah kebuntuan kondisi ekonomi, sosial dan politik.

Sayangnya, DI tidak memiliki kendaraan politik berupa partai politik yang akan mengusungnya di 2014. Kuat kemungkinan, bila DI memiliki keinginan menuju kursi panas orang nomor 1 di Indonesia harus menggandeng partai politik yang kini berada di parlemen.

Ada 3 partai besar yang kini di parlemen berupaya meminangnya, diantaranya PKS, Golkar dan Demokrat. Cuma kemungkinan besar ke-3 partai tersebut memiliki calon internal partai yang sulit digeser kedudukannya sebagai calon presiden, jadi jika DI ingin masuk maka kemungkinan akan menjadi calon Wakil Presiden. Kekuatan menjadi Wakil Presiden kemungkinan besar hanya menjadi pendongkrak suara saja, ditengah popularitas DI yang mulai menanjak.

Kekuatan DI lainnya yang patut diperhitungkan adalah kemampuan dana yang dimilikinya. Sebagai empunya Jawa Post Group, DI terbilang orang yang memiliki energi besar untuk memobilisasi kendaraan politik. Cuman, apakah DI mau melakukan itu, karena di jabatannya yang sekarang DI cenderung terlihat lebih memilih melakukan penghematan dan tidak mau menerima gaji jabatannya.


Peluang untuk maju sebagai calon independen

Regulasi calon independen belum ada, baru sebatas calon kepala daerah. Rencana aturan dengan amandemen UUD 45 baru akan dilakukan dengan memasukkan calon independen untuk dapat berkiprah pula di pemilihan presiden. Jadi, DI harus menunggu regulasi itu legal baru dapat memajukan dirinya menjadi calon independen. Biaya untuk menjadi calon independen, jika melirik pengalaman di pemilihan kepala daerah ternyata tak jauh berbeda dengan calon melalui partai politik, biayanya juga terbilang besar karena konsolidasi massa dan suara harus dibangun orang per orang. Sebuah biaya yang sangat besar untuk skala pemilihan presiden yang merangkul semua wilayah Indonesia.

Jika dihitung menuju 2014, calon independen seharusnya mulai bergerak ditahun 2012 untuk penggalangan suara individu hingga mencapai persyaratan batas minimum suara yang harus dikumpulkan untuk lolos menjadi calon independen. Walaupun independen, struktur kerja politik juga harus dibangun dengan komunikasi yang terbilang baru dan membangun jaringan politik hingga tingkat rukun tetangga dan rukun warga harus mantap.

Menimbang kemudian, antara melalui kendaraan politik ataupun melalui jalur independen tetaplah harus sama-sama bekerja keras untuk meraup kemenangan. Memang, kenyataannya yang dibutuhkan adalah suara individu orang per orang, tapi untuk bekerja mengumpulkan suara itu dengan cakupan wilayah yang sangat luas akan menguras tenaga dan dana yang tak sedikit.

Bila salah langkah, jalur independen malah akan mengeluarkan dana yang lebih besar dibandingkan melalui jalur partai politik. Tapi, tak ada salahnya bagi DI untuk mencoba jalur ini dibandingkan masuk dalam lingkaran partai politik yang diketahui bersama sebagai ladangnya korupsi di Indonesia.

Hal yang harus dilakukan DI hari ini, bila memang memiliki keinginan kuat untuk maju sebagai calon presiden adalah memperkuat popularitas politik, memikirkan kendaraan politik yang akan dipilih, mulai membangun jaringan politik hingga pada tingkatan terbawah, memikirkan strategi yang harus dilakukan dan menyiapkan dana tentunya-sebab tak ada yang gratisan hari ini.

Semoga saja DI mau untuk menjalani proses itu, kami tunggu di kursi panas Presiden RI 2014.


Diberdayakan oleh Blogger.