Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Bugis, Demokratis Sebelum Eropa

“Amid all the nation of the East, the Bugis alone have arrived at the threshold of recognized right, and have alone emancipated themselves from the fetters of despotism”
(Brooke, Narrative of Events, 1848:65:66 dalam The Bugis, 1996: 180).

Artinya:
“Di antara semua negara di Timur, hanya orang Bugis satu-satunya yang telah sampai pada tingkat pengakuan hak-hak warga negara, dan satu-satunya bangsa yang bisa membebaskan diri dalam belenggu kedzaliman”



“The women ...are consulted by the men on all publik affairs, and frequently raised to the throne, and that too when the monarchy is elective, ...at public festival, women appear among the men; and those invested with authority sit in their councils when affairs of state are discussid, pssessing, it is often allege, even more than their due share in the deliberation”
(Crawfurd, History: 1820:74 dalam The Bugis 1996:164).

Artinya:
“Perempuan... dimintai pendapat oleh laki-laki dalam semua urusan pemerintahan, dan kerap kali diangkat menjadi raja, padahal pengangkatan raja dilakukan lewat proses pemilihan...Pada acara-acara kerajaan, perempuan juga hadir di tengah kaum pria, duduk dalam sidang yang membahas masalah-masalah kenegaraan, bahkan berhak memberi pertimbangan.


“All of the offices, including even that of Aru Matoah, are open to women, and they actually fill the important posts of Government, four out of the six great chiefs of Wajo being at present females,. These ladies appear in public like the men, ride, rule, and visit even foreigners, without the knowledge or consent of their husbands”
(Brooke, Narrative of Events, 1984:75 dalam The Bugis)

“Semua jabatan kerajaan termasuk Arung Matoa, terbuka bagi perempuan, mereka benar-benar mengisi posisi penting dalam pemerintahan, empat dari enam pembesar utama Wajo adalah perempuan. Mereka tampil di muka umum layaknya kaum pria, menunggang kuda, memerintah, dan juga mengunjungi orang asing tanpa harus sepengetahuan atau meminta izin suaminya.
”.... yang paling bermanfaat adalah perkenalan saya dengan Aroe Pantjana, sekarang seorang janda yang umurnya 40 tahun. Dia sungguh-sungguh wanita berpengetahuan sastra, yang mengarang segala surat penting bagi ayahnya,.....dia sekarang sedang sibuk menulis sejarah Tanete untuk saya”
Diberdayakan oleh Blogger.