Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Pada akhirnya

Pada akhirnya

Kita harus merenung dan bertanya tentang diri

Sejauh mana perubahan yang kita inginkan

Ataukah sebenarnya kita hanya berjalan ditempat

Dan tak melakukan apa-apa selain diam

Terkadang,

Ruang hampa yang kita sisakan

Akan menjadi milik orang lain

Atau tak samasekali dimiliki

Karena kita tidak sempat mengisinya

Dan lebih parahnya ketika ia direbut orang lain

Perjalanan

Akan selalu berlalu

Meninggalkan jejak atau Nampak tak terjalani

Sebab diri kita akan meninggalkan bekas dalam ingatan

Hanya tersimpan dalam bawah sadar

Pada akhirnya menjalani tanpa menyadari

Bahwa teralami dan masa depan akan selalu hilang

Takdir

Sebuah bentuk perlawanan akan garis kehidupan

Pertanyaan pertanda yang tak jelas

Mengawang membabi buta tanpa kejelasan

Sebab tak ada kehidupan yang terencana

Yang ada adalah kekekalan keberuntungan atau tak sama sekali

Kita akan selalu berjalan

Walaupun akan menemukan kebingungan

Bahkan ketika senja menghampiri

Rasa penasaran tentang hidup tetap menyelimuti

Lantas

Rasa aman apa yang kita citakan

Ataukah keinginan selalu menjadi sumber derita

Begitupun tak berkeinginan lebih menderita lagi

Sebab derita tak berakhir

Hanya sepenggal kesialan yang menjadi lontaran penghibur

Ketika hati terluka, tersayat, pedih, terseduh dan hanya tinggal diam

Diam

Bukanlah kekalahan

Melainkan refleksi dan penyadaran diri

Untuk tak sementara bergerak

Dan bergerak dalam momentum waktu yang tepat

Bergerak dalam diam, sebab diam adalah gerak

Diam dalam kehampaan

Bukan berarti tanpa isi ataupun gerak

Tetapi perenungan untuk memperbaiki

Pembenahan akan kelemahan dan kerusakan

Menemukan keabadian dalam kepasrahan

Bahwa hari esok akan baik dan bersahaja

Manusia terbaik

Bukanlah yang hanyut akan keinginan

Tapi yang mampu memberikan jarak pada diri sendiri

Sebab lawan terberat setiap manusia adalah dirinya sendiri

Mencapai keabadian dalam kerendahan hati

Menyapa setiap kalbu dengan sentuhan jiwa

Bahwa hari esok kita akan selalu bersama dalam keabadian

Walau keinginan tak selamanya dipersatukan

Antang, 02.41 wita

10 Nopember 2008

M Sirul Haq

Sekolah Rakyat “Kampung Parang”

Sekolah secara epistimologi berasal dari bahasa latin yang berarti Waktu Luang, dan diharapkan waktu luang bisa lebih bernilai lebih bagi siapa saja yang mau memilikinya. Termasuk rakyat miskin kota, yang miskin karena dimiskinkan secara politik dan ekonomi. Makanya dibutuhkan pengetahuan sebagai alat mencapai kesuksesan dan kemandirian terlepas dari cengkeraman negara yang cenderung menindas rakyatnya.

Latar Belakang

- Fakir miskin dan anak terlantar tidak dipelihara Negara (Pasal 34 UUD)

- Jumlah anak putus sekolah dan menderita busung lapar meningkat

- Sekolah tidak lagi “Mencerdaskan Anak Didik”

- Kampung Parang sarangnya para anak putus sekolah, dimana kondisi orang tua tidak mampu membiayai sekolahnya.

- Perlunya kesadaran “orang terdidik” untuk mencerdaskan anak dan orang tua yang buta aksara

Nama Kegiatan

- Sekolah Rakyat “Kampung Parang”

Bentuk Kegiatan

- Sekolah berbasis pengetahuan

- Sistem mengajar bebas

- Murid tidak perlu berseragam sekolah

- Jam sekolah berdasarkan kesepakatan murid dan guru

- Pengajaran Soft Skill (mis : menjahit, anyaman, origami, merangaki bunga, memasak dan lainnya)

- Ruang mengajar ataupun dengan alam terbuka

- Mengacu pada kurikulum nasional, plus pendidikan kehidupan

- Alat tulis swadaya dan ala kadarnya

Kegiatan Pendukung

- Taman Baca “Kampung Parang” koleksi 500 buku komik hingga filsafat

- Pertandingan olah raga, perlombaan menulis, dll

- Usaha mandiri

- Event-event profit dan nonprofit

Pendukung/Sponsor Kegiatan

- Gubernur Sul-Sel

- Walikota Makassar

- Dinas Pendidikan Sul-Sel dan kota Makassar

- Kecamatan Tallo

- Kelurahan Tammua dan Maccini

- Pihak swasta dan lainnya.

Tenaga Pengajar

- Freelance/ Sukarelawan

- Undangan pembicara/pemateri

Sasaran Didikan

- anak usia sekolah

- orang tua yang buta aksara

- Usia produktif untuk life skill

Anggaran

- sukarela

- donatur yang tidak mengikat

- usaha mandiri

Struktur Kepengurusan

- Kepala Sekolah, Sekertaris, Bendahara dan freelance

Jangka Panjang

- Pemberdayaan Masyarakat (CE, CO dan CD)

CP : M. Sirul Haq (085242752603)

Ratifikasi Statuta Roma dan Impunitas Hasil KKP

Aroma impunitas laporan akhir Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timur Leste akan tergilas dengan Ratifikasi Statuta Roma oleh Indonesia. Kentalnya nuansa impunitas dengan memberikan maaf terhadap TNI, Polri dan pemerintah sipil Indonesia atas berbagai kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor Leste, tertuang dalam rekomendasi laporan akhir KKP sebagai wujud persahabatan Indonesia dan Timor Leste. Tapi keberadaan Statuta Roma, akan menjadi saluran tanpa kata maaf untuk menggiring pelaku pelanggara HAM ke International Criminal Court (ICC).

Statuta Roma, yang disahkan dalam Konferensi Diplomatik di Roma tahun 1998, menandai pembentukan ICC. Berisi perlawanan terhadap upaya impunitas melalui kewenangan pengadilan terhadap pelanggaran berat HAM dan penegakkan hak-hak korban pelanggaran HAM. TNI, Polri dan pemerintah sipil harus bertanggungjawab atas sejumlah kejahatan dan pelanggaran HAM berat. Tewasnya 180.000 orang selama Indonesia menguasai Timor Timur (Timur Leste) terhitung sejak 1975 hingga 1999 berdasarkan laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR). Belum lagi jumlah orang hilang yang tidak terdeteksi jumlahnya dan merenggut nyawa lebih dari 1.000 orang selama proses referendum atau jajah pendapat. Sulit memberikan kata maaf atas pelanggaran yang tetap harus diadili secara hukum.

ICC memiliki yuridiksi dalam kaitannya dengan Pasal 5 Statuta Roma dalam hal kejahatan tindak pidana genocide (pembunuhan massal), kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Tak tertutup kemungkinan, pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Leste masuk dalam empat kategori di atas mengingat jangka waktu kejadian selama 25 tahun. Hanya saja butuh penggalian fakta yang lebih mendalam dan rekomendasi KKP untuk melakukan penyelidikan, berupa penguatan wewenang dan efektivitas lembaga terkait dan pembentukan komisi untuk orang hilang perlu ditindak lanjuti.

Kesungguhan Indonesia dan Timor Leste perlu didorong lagi, mekanisme kerja KKP perlu dituangkan lebih lanjut dalam penguatan lembaga penyelidik dan komisi.

Jalan Damai Indonesia – Timor Leste

Penyikapan hasil laporan KKP mengenai kasus Timor Timur yang sekarang menjadi negara Timor Leste butuh keseriusan dan komitmen bersama. Kedua negara, yakni Indonesia dan Timor Leste butuh dialog dan aksi nyata menyikapi final report KKP terutama rekomendasi yang dihasilkan. Mulai dari penyikapan lebih lanjut pelanggaran HAM yang terjadi, penanganan korban dan keluarga korban, penghilangan orang, pengaturan lintas batas, tekanan PBB dan dunia internasional hingga kerjasama bilateral lebih lanjut dalam sektor ekonomi, politik dan budaya. Gunanya agar persahabatan yang terjalin lewat pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi tidak berakhir sia-sia.

Persahabatan yang dibangun dari luka memang sangat berat, seperti yang dikatakan presiden Ramos Horta, “memberi maaf sangat sulit”. Pengungkapan kejahatan pelanggaran HAM Timor Leste yang pernah diproses oleh Komnas HAM hingga diputus pengadilan berakhir bebas, dan bagi para korban ini hal yang sangat menyakitkan. Bagi Indonesia, menyeret TNI, Kepolisian dan Pemerintah sebagai pelanggara HAM secara konsisten sangat sulit dilakukan. Campur tangan politik begitu besar dan tidak ada jaminan bisa berjalan mulus. Sementara dunia internasional, lewat PBB bisa melakukan intervensi guna penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi hingga diseret ke pengadilan internasional. Maukah kemudian Indonesia membiarkan hal itu terjadi, demi menunjukkan kesungguhan menjalin persahabatan.

Kesungguhan Indonesia menjadi buah simalakama dalam tindakan menggiring pelanggar HAM ke pengadilan HAM di Indonesia. Walaupun perangkat hukum dan peradilan telah mendukung, upaya menggiring Habibie, mantan Presiden RI, Wiranto selaku Pangab, dan perangkat negara yang terlibat adalah pukulan telat bagi Indonesia. Tapi kondisi ini membuat Indonesia tidak konsisten membangun persaudaraan dengan Timor Leste. Saling memaafkan dan membangun rekonsiliasi memang perlu, tapi memutihkan kasus pelanggaran HAM adalah juga kejahatan HAM.

Memutihkan ingatan korban dengan mendorong resolusi konflik dan penyedian layanan psikososial, merupakan pula kejahatan HAM. Langkah KKP untuk mengarahkan sebagai bentuk rekomendasi memang betul, tapi nilai tawar kesembuhan luka tak dapat diobati. Borok bisa saja terjadi, karena inti luka yakni 1.000 nyawa lebih melayang dan korban kekerasan yang masih hidup sulit terbayarkan dengan hanya kata maaf. Sebab tak ada dalam aturan HAM manapun dibelahan dunia ini, sebuah kekerasan dan pembantaian bisa diselesaikan dengan satu kata. Bisakah kemudian SBY berucap, “Maaf negara kami telah membunuh, memperkosa dan melakukan kekerasan terhadap anda, keluarga dan negara anda. Maka ampuni kami”.

Langkah ke Depan

Inisiatif melakukan pertukaran kebudayaan, pendidikan dan kesehatan adalah langkah taktis menjawab persoalan meretas jalan damai. Namun keinginan pertukaran itu memerlukan jangka waktu panjang seperti yang tersurat dalam rekomendasi KKP, artinya akan memerlukan biaya, perhatian dan tindakan nyata yang tidak mudah. Upaya memberikan status kewarganegaraan ganda dan bebas visa memang bisa mencairkan suasana renggang, tapi semudah itukah pelaksanaannya di lapangan.

Memaknai Pilkada di Jeneponto

Oleh : Nirmala Kusuma (Tenaga Pengajar di SMP PGRI Bonto Ramba, Tamalatea)

Hiruk pikuk pemilihan kepada daerah (Pilkada) sudah semakin terasa di Jeneponto, meski pelaksanaannya masih beberapa bulan ke depan. Pilkada memang selalu menggoda dan mengundang minat masyarakat untuk ikut berpartisipasi, apalagi Pilkada kali ini akan dilaksanakan secara langsung guna memilih pemimpin baru Jeneponto. Hal ini sangatlah wajar karena bangsa kita (katanya) ke arah yang kian demokratis.

Pilkada diadakan bukan sekedar untuk mematuhi konstitusi, untuk dan atas nama demokrasi tetapi merupakan sebuah proses dan sarana politik yang penuh makna, nilai, dan idealisme. Pilkada jangan sampai menjadi ajang coba-coba apalagi sekedar aji mumpung (mumpung ada peluang dan kesempatan). Pilkada juga sering dijadikan sasaran empuk bagi orang-orang pusat yang banyak bermain, para elit-elit politik terjun langsung ke daerah untuk ikut menempatkan orang-orangnya padahal secara logika yang mengetahui siapa yang bisa memimpin daerah adalah orang daerah juga. Jadi sangatlah tidak masuk akal jika orang luar turut menjadi penentu dalam pengambilan sebuah keputusan karena pastinya keputusan yang diambil pun tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Pilkada idealnya menjadi sarana pencerdasan politik bagi masyarakat yang bertujuan untuk menyeleksi orang-orang pilihan untuk menjadi pemimpin di daerah. Pemimpin yang bukan hanya memiliki kekuatan massa yang banyak apalagi kekuatan financial tetapi pemimpin yang mempunyai keunggulan yang lebih dari orang lain. Pemimpin dituntut untuk mempunyai kemampuan di segala bidang karena nantinya akan menghadapi tantangan-tantangan baru. Suatu tugas yang memang amat berat karena bagaimanapun masalah rakyat ada di atas pundak pemimpin.

Rakyat tentunya menaruh harapan yang sangat besar pada pemimpin yang terpilih nantinya terutama tawaran program sewaktu kampanye yang didengung-dengungkan oleh para kandidat. Pemimpin yang terpilih nanti akan memikul tanggung jawab yang berat baik itu tanggung jawab formal maupun tanggung jawab moral untuk membawa derah dan masyarakat yang dipimpinnya menjadi jauh lebih maju dan sejahtera. Apalagi jika kita melihat kondisi saat ini yang terasa semakin sulit dan kompleks.

Pemimpin baru harus memilik political will terhadap kebijakan publik. Seperti yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “Membentuk satu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indoensia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Menjadi tugas kita bersama untuk menempatkan Pilkada sebagai bagian dari tanggung jawab kita untuk mengawal dan memaknainya secara cerdsas dan bertanggung jawab demi kepentingan masyarakat dan daerah Jeneponto di masa yang akan datang.

Dinamika Demokrasi di Indonesia

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa tidaklah sama mengingat undang-undang dasar yang berlaku pun berganti-ganti. Pergantian Undang-Undang Dasar menyebabkan pergantian sistem pemerintahan. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Kita perlu menengok ke sejarah perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, periode 1945-1949. Pada masa periode ini berlaku sistem demokrasi Pancasila dengan kabinet presidential, dan pada tahun itu juga pemerintah mengeluarkan maklumat dan mengakibatkan sistem demokrasi diganti dengan demokrasi liberal dengan kabinet parlementer. Pada tahun 1949-1950, lahirlah Negara RIS dengan konsep demokrasi liberal yang masih berlaku. Memasuki periode tahun 1950-1959 pemerintah Indonesia melaksanakan pemerintahan dengan sistem yang belum mengalami perubahan yakni demokrasi liberal dengan kabinet parlementer ala Eropa barat, khususnya Belanda.

Di awal tahun 1959-1966 pemerintah Indonesia melaksanakan demokrasi terpimpin, akan tetapi karena adanya penafsiran yang salah terhadap demokrasi terpimpin, terjadi berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain MPRS dan DPR tunduk kepada presiden, pengkatan presiden seumur hidup, terjadinya pembelokan politik luar negeri yang bebas dan aktif ke arah politik yang condong ke komunis. Pada periode 1966 lahirlah orde baru yang ingin melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara ideologi dan konstitutional asas demokrasi mencerminkan wajah demokrasi Indonesia yang bersumber tata nilai sosial budaya bangsa.

Demokrasi Pancasila bukanlah demokrasi yang berdasarkan kekuasaan mayoritas. Dalam demokrasi Pancasila tidak ada satu golongan pun yang boleh semaunya mempertahankan atau memaksakan pendiriannya sendiri. Dengan demikian tidak ada tempat untuk diktator mayoritas atau tirani mayoritas. Demokrasi Pancasila berbeda dengan demokrasi Liberal yang mengutamakan suara mayoritas dalam mengambil suatu keputusan. Berbeda juga dengan demokrasi terpimpin yang mengutamakan pemimpin dalam mengambil keputusan.

Rika.

Kemana Kau Raskin?

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh berita tentang seorang ibu yang hamil 7 bulan, besera satu dari empat anaknya meninggal setelah tiga hari hari perutnya tak terisi sebutir nasipun, betul-betul mengenaskan.

Hal ini betul-betul membuat kita tersentak dan menyentuh alam bawah sadar kita. Kenapa hal ini terjadi di negeri yang terkenal kaya dengan pangan dan dipenuhi oleh orang-orang cerdas? Semua media baik itu cetak maupun elektroknik menurunkan berita ini. Orang berlomba-lomba menyumbang, berusaha menjadi pahlawan kesiangan. Bantuan mengalir dari berbagai kalangan ingin menunjukkan rasa simpati mereka. Yah, patut disyukuri ternyata masih ada juga orang yang mempunyai hati nurani meski terlambat. Yang disesali kenapa harus menunggu jatuhnya korbn baru kemudian bantuan datang?

Kita jadi teringat tentang program pemerintah mengentaskan kemiskinan yang salah satunya dengan digulirkan raskin untuk gakin. Raskin dan gakin adalah akronim yang dicetuskan oleh orang-orang cerdas yang kita miliki. Raskin singkatan dari beras miskin yang diperuntukkan bagi gakin (keluarga miskin). Lalu kemana program itu? Apa keluarga itu tidak mendapatkan raskin? Kalaupun ada, berapasih raskin itu? Sepengetahuan saya, raskin itu Cuma 5 liter untuk tiap kepala keluarga. Itupun tidak pasti kapan bias didapatkan. Kadang sekali dalam 2 bulan kadang juga lebih dari itu. Jangan kita raskin itu gratis, tidak sama sekali. Memang harganya di bawah harga pasar tetapi ibu dengan 4 orang anak, cukupkah itu?

Atau jangan-jangan gakin ini tidak memiliki karkin (kartu miskin) untuk dapat raskin? Karena untuk mendaparkan raksin, gakin harus memiliki karkin yang untuk mendapatkan karkin harus lulus verifikasi. Untuk menjadi orang miskin, susahnya reamat sangat, tapi sangat murah untuk menjadi orang kaya. Begitu banak cara untukmenjadi kaya tapi sedikit cara untuk jadi orang miskin. Salah satu contohnya : anda cukup jadi kepala lingkungan, naik harga raskin dan jangan jual semua raskin kepada gakin gampang kan?

Ada satu solusi lagi jika raskin sudah habis, maka gakin tidak perlu khawatir karena masih tetap ada nasi aking, yang mutunya dibawah raskin. Nasi aking adalah nasi basi yang dikeringkan lalu di masak kembali. Meski kualitasnya sangat jelek masih banyak juga gakin yang memilih solusi ini sebagai pengganti raskin. Tapi yang paling menyedihkan ketika gakin pun tak memiliki nasi aking lagi, hingga akhirnya tamatlah riwayat gakin, sungguh terlalu.

Begitu banyak oranyang berbicara tapi sedikit yang berbuat

Banyak yang mengeluh tetapi sedikit yang mengobati

Banyak yang mengutuk kegelapan tetapi sedikit yang menyalakan lilin.

Forum Massa dan Gerakan Demokratisasi

Gerakan massa untuk membentuk forum yang demokratisasi, tanpa disadari kita butuh forum massa. Perubahan tidak mungkin terwujud tanpa ada forum massa.

We Can Indonesia

mengadakan workshop, seminar dan aksi teatrikal di Hotel Celebes Makassar dan di depan rumah jabatan gubernur sulsel. kegiatan yang berlangsung selasa-rabu, 9-10 Desember 2008 ini, mencoba menggali lebih jauh tentang kekerasan terhadap perempuan. acara ini dihadiri gubernur sulsel Syahrul Yasin Limpo, Ketua dprd sulsel dan aktivis LSM se Indonesia Timur.


sirul
We Can Indonesia

mengadakan workshop, seminar dan aksi teatrikal di Hotel Celebes Makassar dan di depan
Diberdayakan oleh Blogger.