Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Kapolri Harus Bertanggung Jawab Kasus Pelabuhan Sappe Bima

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) harus bertangung jawab secara hukum atas kasus pelanggaran HAM bentrokan di Pelabuhan Sappe, Bima, antara warga masyarakat dengan kepolisian. Akibat serangan fajar yang dilakukan kepolisian tanpa ada pendekatan persuasif terlebih dahulu, karena dilakukan secara mendadak disaat belum terbangunnya semua orang.

Akibat serangan bersenjata itu, 2 orang warga dan puluhan warga luka-luka yang dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun, akibat yang ditimbulkan itu tidak ada upaya tindak lanjut dari pihak Kepolisian (baca: Kapolri) untuk membayar uang duka atas 2 orang meninggal dan ganti kerugian terhadap yang luka-luka, seakan hanya lepas tangan saja. Kapolri juga harus bertanggung jawab penuh secara hukum, matinya 2 orang dan puluhan luka-luka merupakan pelanggaran hukum yang berdasarkan kedudukan jabatannya merupakan pelanggaran HAM.

Tapi saya yakin, Kapolri tidak akan secara jantan dan berani untuk melakukan pernyataan resmi baik melalui media ataupun berita resmi kepolisian untuk menyatakan bahwa dirinyalah paling bertanggung jawab akan kasus tersebut. Jika Kapolri tak punya nyali, seharusnya ada tangan-tangan tuhan untuk memaksanya bertanggung jawab secara hukum.

Pertanyaan mendasar, siapakah kemudian yang harus pemproses hukum Kapolri atas tanggung jawabnya sebagai pengambil keputusan tertinggi di kepolisian? Seharusnya, tindakan ini dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berdasarkan UU HAM memiliki kewenangan untuk memproses secara langsung ke Pengadilan HAM.

Secara hukum ini harus dilakukan oleh Komnas HAM, cuma persoalanya secara politik Komnas HAM tidak memiliki kemauan untuk memproses hal ini lebih lanjut. Komnas HAM selalu menjadi alasan dengan tak adanya kewenangan lebih yang dimiliki oleh Komnas HAM, terutama dalam penyelidikan dan penuntutan di Pengadilan HAM.

Kerja Komnas HAM selama ini terlihat hanya menjadi corong bocor saja. Hanya berkoar-koar di media, tapi tidak ada tindak lanjut yang dilakukan secara hukum. Hanya bekerja mengumpulkan fakta-fakta lapangan dan rekomendasi, setelah itu gigit jari.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.