Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

SBY Terancam Pusaran Kasus Korupsi

Berbagai skandal kasus korupsi kakap yang diduga melibatkan jaringan mafia korupsi, baik yang telah divonis Pengadilan maupun yang masih dalam penyidikan dan penyelidikan selalu mencatut ataupun melibatkan orang terdekat Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Kuat dugaan, berbagai mega skandal korupsi itu menggiring pada satu nama yang paling berpengaruh sekarang ini di Indonesia. Walaupun sekedar dugaan dalam kaca mata awam, dan dari berbagai diskusi baik yang berseliweran di media massa, jejaring sosial hingga diskusi warung kopi.

Sudah menjadi rahasia umum, berbagai kasus nyata-nyatanya selalu menggiri pada keterlibatan SBY. Kita masih mengingat kasus Gayus Tambunan dan Anggodo Wijoyo yang dalam percakapan telepon yang diperdengarkan di Sidang Mahkamah Konstitusi, nama presiden disebut berulang-ulang kali. Hal ini pun pernah diungkapkan George Yunus Adicondro dalam bukunya Gurita Cikeas, dimana menyimbolkan Cikeas sebagai tempat kediaman SBY sebagai pusat pusaran berbagai kasus korupsi.

Pusaran itu begitu nyata dalam kasus Bank Century (BC), dimana secara langsung melibatkan pembantu SBY yakni Sri Mulyani dan Boediono yang kini menjadi Wakil Presiden mendampingi SBY. Abraham Samad, Ketua KPK yang baru menyatakan tidak akan memutihkan kasus BC dan akan terus mendalami serta akan memanggil semua yang terlibat. Dalam berita Harian Tribun Timur, Sabtu, 24 Desember 2011 disebutkan keterlibatan Hartanto Edhie Wibowo (HEW) dalam kasus BC yang didasari atas hasil audit forensik skandal BC oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilaporkan ke pimpinan DPR RI, jumat (23/12). HEW diduga menerima aliran dana tidak wajar berupa ratusan miliar rupiah mengalir ke rekeningnya, yang tak lain adalah adik kandung Ani Yudhoyono, isteri SBY.

Bisakah kemudian HEW mengakses dana yang begitu besar tanpa ada akses yang diberikan kepadanya, sungguh tidak mungkin. Apalagi, HEW bukanlah menteri SBY tapi kalau hubungan keluarga sudah pasti dan kepastian itulah mengarahkan pada alibi akan akses yang dibuka oleh SBY sendiri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam memutuskan persoalan bantuan keuangan perbankan yang kolaps.

Kasus BC sendiri telah menjadi perkara Perbankan Internasional, dimana Bank Dunia (World Bank) memutuskan pemerintah Indonesia harus membayar sisa dana talangan yang dijanjikan sebesar Rp 4 Triliun dari jumlah total Rp 6,2 Triliun. Artinya, ada sekitar Rp 4 Triliun yang raib entah kemana, karena Sri Mulyani sendiri mengatakan dana Rp 6,2 Triliun itu telah dibayarkan kepada BC tapi nyatanya tidak sepenuhnya bahkan hanya 1/3 anggarannya saja. Lantas, kemanakah mencari dana sisa Rp 4 Triliun itu? Tidak mungkin KPK akan menemukan alamat palsu   atau salah alamat, sebab sudah jelas aliran dana sebesar itu pasti sangat mudah untuk dideteksi.

LSM Merdeka Jakarta pun pernah mengungkapkan dan melaporkan beberapa petinggi Partai Demokrat, anak dan Pembantu SBY sebagai penerima aliran dana BC, yang kemudian ternyata dilaporkan balik oleh Andi Alfian Mallarangeng, yang waktu itu Juru Bicara SBY, sekarang sebagai Menteri Olah Raga, bersama Ibas, anak SBY.

Korupsi di Tubuh Partai Demokrat

Skandal korupsi Wisma Atlet Palembang, yang kini digulirkan lagi oleh Nazaruddin bahwa berbagai kasus korupsi tersebut turut melibatkan Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Jafar Hafsah, Saan Mustofa. Dan tak hanya itu saja, kasus korupsi infrastruktur di Riau, Kalimantan hingga pengadaan E-KTP diduga hasil rekayasa dari Anas Urbaningrum yang dibantu Nazaruddin dan gembong politiknya di Partai Demokrat. Dimana menurut pengakuan Nazaruddin, dana korupsi itu digunakan untuk meloloskan Anas menjadi Ketua Umum Partai Demokrat (PD).


Memang sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, dan sangat diyakini semua masyarakat yang dapat menganalisa persoalan ini pasti melibatkan pula sesepuh di PD. Hal ini pernah diungkapkan Nazaruddin sendiri, ketika KPK melakukan penangkapan kasus suap Wisma Atlet di kantor Menegpora, secara spontan saja KPK mengungkapkan kepada media dan publik orang-orang yang diduga terlibat dalam penangkapan itu, dan salah satunya tentunya Nazaruddin sendiri.

Nazaruddin sebelum ke Singapura melarikan diri, sempat bertemu SBY bersama petinggi PD di Istana Negara yang menceritakan kronologis kasus skandal korupsi tersebut. Bahkan, melarikan dirinya Nazaruddin yang diungkapkannya sendiri, itu atas rekomendasi dari pertemuan tersebut dan desakan dari Anas agar ia mengamankan diri. Dan lagi-lagi, kasus ini pun juga diduga melibatkan Andi Alfian Mallarangeng, Menegpora dan Pembina Partai Demokrat.

Informasi yang diutarakan secara blak-blakan berbagai kasus yang kini menimpa Nazaruddin, sungguh sangat tersebar luas melalui media massa maupun pengamatan langsung publik atas mega skandal kasus-kasus ditubuh PD. Bagaikan sebuah pusaran dan jejaring laba-laba, kasus ini saling bertalian dan mengarah pada dugaan andilnya SBY dalam berbagai lingkaran setan korupsi ini.

Tinggal menunggu saja, apakah pimpinan KPK yang baru, berjumlah 5 orang itu tidak sekedar menjadi boyband saja dengan gaji perbulan mencapai Rp 63 juta - Rp 70 juta tidak hanya bersikap lebay dan galau. Sebab pada pusaran kasus ini, selayaknya pula meminta keterangan SBY sekurang-kurangnya sebagai saksi karena turut hadir dalam beberapa pertemuan ataupun sekedar mengetahui persoalan korupsi ini, dan kalaupun status hukumnya akan ditingkatkan kita tunggu saja keberanian KPK! Sambil berdoa, jangan sampai ada yang pulang kampung.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.