Memperjuangkan Kebenaran dan Keadilan

Utopia Demokrasi di Indonesia 2021


Muh Sirul Haq

Demokrasi di Indonesia layaknya utopia belaka. Melihat pergeseran besar sistem demokrasi yang diterapkan tidak membawa angin segar bagi rakyat kebanyakan, dan hanya menguntungkan kalangan elit terutama pengusaha dan militer. Contohnya, otonomi daerah melahirkan raja-raja baru yang kebanyakan berasal dari kalangan elit, militer dan pengusaha. Begitupun pada pemerintahan pusat, gejala pembagian kekuasaan berdasarkan deal politik semata tanpa memikirkan nasib rakyat. Sehingga yang terlihat, wajah kebebasan dan kemerdekaan rakyat hanya sebatas memberikan suara dan setelah itu hanya dipuaskan dengan janji-janji bohong.
Rakyat menjadi objek kesengsaraan, layaknya kemiskinan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat akan selamanya berputar bagaikan siklus lingkaran setan. Pemerintah menjadi penonton pengontrol kebijakan, cenderung bersifat status quo mempertahankan kekuasaan dan membiarkan kemiskinan terus menghantui. Berbagai program riil yang digulirkan pemerintah semisal BLT (bantuan langsung tunai), konversi minyak tanah ke gas, BKPS BBM, dana BOS, dan PNPM hanya pemanis bibir saja. Rakyat akan terus berada pada garis kemiskinan.
Kemiskinan di Indonesia menjadi hal lumrah, bahkan condong di pelihara demi mempertahankan kekuasaan. Pemilu, mulai dari pemilihan presiden hingga kepala desa tidak menjadi saluran alternatif jaminan hilangnya kemiskinan. Rakyat hanya dieksploitasi sebagai jualan kampanye, slogan politik dan pembelian suara rakyat. Setelah itu ditinggalkan dengan seribu persoalan yang tak terselesaikan, semisal korban lumpur Lapindo Brantas, Kemiskinan paska sunami Aceh dan gempa Yogyakarta, serta busung lapar di Yakohimo Papua. Pemerintah hanya berfikir, bagaimana melanggengkan kekuasaannya.

Pergulatan demokrasi di Indonesia, terwujud dengan harga mahal hilangnya 4 nyawa pahlawan reformasi demi menumbangkan kepemimpinan otoriter Soeharto.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.