Jalan Damai Indonesia – Timor Leste
Penyikapan hasil laporan KKP mengenai kasus Timor Timur yang sekarang menjadi negara Timor Leste butuh keseriusan dan komitmen bersama. Kedua negara, yakni Indonesia dan Timor Leste butuh dialog dan aksi nyata menyikapi final report KKP terutama rekomendasi yang dihasilkan. Mulai dari penyikapan lebih lanjut pelanggaran HAM yang terjadi, penanganan korban dan keluarga korban, penghilangan orang, pengaturan lintas batas, tekanan PBB dan dunia internasional hingga kerjasama bilateral lebih lanjut dalam sektor ekonomi, politik dan budaya. Gunanya agar persahabatan yang terjalin lewat pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi tidak berakhir sia-sia.
Persahabatan yang dibangun dari luka memang sangat berat, seperti yang dikatakan presiden Ramos Horta, “memberi maaf sangat sulit”. Pengungkapan kejahatan pelanggaran HAM Timor Leste yang pernah diproses oleh Komnas HAM hingga diputus pengadilan berakhir bebas, dan bagi para korban ini hal yang sangat menyakitkan. Bagi Indonesia, menyeret TNI, Kepolisian dan Pemerintah sebagai pelanggara HAM secara konsisten sangat sulit dilakukan. Campur tangan politik begitu besar dan tidak ada jaminan bisa berjalan mulus. Sementara dunia internasional, lewat PBB bisa melakukan intervensi guna penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi hingga diseret ke pengadilan internasional. Maukah kemudian Indonesia membiarkan hal itu terjadi, demi menunjukkan kesungguhan menjalin persahabatan.
Kesungguhan Indonesia menjadi buah simalakama dalam tindakan menggiring pelanggar HAM ke pengadilan HAM di Indonesia. Walaupun perangkat hukum dan peradilan telah mendukung, upaya menggiring Habibie, mantan Presiden RI, Wiranto selaku Pangab, dan perangkat negara yang terlibat adalah pukulan telat bagi Indonesia. Tapi kondisi ini membuat Indonesia tidak konsisten membangun persaudaraan dengan Timor Leste. Saling memaafkan dan membangun rekonsiliasi memang perlu, tapi memutihkan kasus pelanggaran HAM adalah juga kejahatan HAM.
Memutihkan ingatan korban dengan mendorong resolusi konflik dan penyedian layanan psikososial, merupakan pula kejahatan HAM. Langkah KKP untuk mengarahkan sebagai bentuk rekomendasi memang betul, tapi nilai tawar kesembuhan luka tak dapat diobati. Borok bisa saja terjadi, karena inti luka yakni 1.000 nyawa lebih melayang dan korban kekerasan yang masih hidup sulit terbayarkan dengan hanya kata maaf. Sebab tak ada dalam aturan HAM manapun dibelahan dunia ini, sebuah kekerasan dan pembantaian bisa diselesaikan dengan satu kata. Bisakah kemudian SBY berucap, “Maaf negara kami telah membunuh, memperkosa dan melakukan kekerasan terhadap anda, keluarga dan negara anda. Maka ampuni kami”.
Langkah ke Depan
Tidak ada komentar
Posting Komentar