Membumikan Langit
Hari-hari seakan lahir sebagai suatu perjuangan melawan kedirian. Tanpa henti pergulatan diri terus terjadi, bahkan masalah menjadi jembatan penghubung yang menjadi benang merah pencarian diri. Masalah disatu sisi adalah beban yang mendera yang terkadang harus lari darinya, tapi di sisi lain menjadi proses pematangan diri. Setiap hari selalu dipenuhi masalah beragam yang harus diselesaikan, bahkan bila tak menemukan jalan keluar akhirnya dipendam.
Sangat dibutuhkan kelihaian diri. Sebuah kecerdasan diri dalam menghadapi setiap permasalahan, yang dipandang positif sebagai jalan menuju penemuan diri. Dan cita-cita, ada sebagai suatu dorongan hidup mencapai keinginan, walaupun untuk mewujudkannya dibutuhkan kecerdasan dan strategi matang. Sebab cita-cita adalah masalah itu sendiri yang selayaknya dipecahkan, untuk menghadirkan solusi-solusi yang dipergunakan mencapai tujuan.
Tujuan, sebenarnya bukanlah inti kesadaran diri. Tapi proses, yang dialami secara berkelanjutan dan terus menerus. Keberadaannya sebagai pembentuk pengalaman yang harus terus direfleksikan, untuk menghasilkan teorisasi baru. Gunanya kedepan, membentuk kedewasaan diri dan kemandirian yang tak ada tandingannya. Sebab manusia menjalani kehidupan sebagai proses penemuan diri, walaupun mungkin pada akhirinya banyak yang tersesat.
Kesesatan manusiapun, tidak terjadi begitu saja. Tapi juga sebagai proses diri, dalam pergulatan sadar ataupun tak sadar sedetikpun terhadap keberadaan diri. Bahwa manusia ada, memiliki kepentingan hidup untuk memperbaiki citra diri. Pengandaian tidak dapat dilakukan terus menerus, sebab waktu terus berjalan tanpa henti dan tak akan berpaling ke belakang. Kecuali bila kematian menghampiri, sebab tak ada lagi masa depan kehidupan di bumi yang harus dilanjutkan. Tapi kematian, puncak kehidupan bahkan mungkin kenikmatan dalam menjalankan keseharian menembus lorong ruang dan waktu yang terkadang menyesakkan dan fana.
Begitulah pertarungan diri, terkadang menyedihkan, penuh haru dan tetesan air mata. Sebab perjalanan hidupu ini, menjadi ketidakpastian ketika menatap masa depan tapi tidak memiliki tahapan proses yang selayaknya dibangun untuk menjapai tujuan. Tanpa sadar, kehidupan yang dijalani bersifat apa adanya saja seakan tanpa beban. Kesadaran itu timbul ketika tanda kehidupan menegur diri, lewat rambut yang mulai menampakkan warna keputihan. Kening yang mulai mengkerut-kerut ditambah jalan yang tak tegap dan perkasa seperti muda dulu. Sesuatu yang tak dapat dielakkan, penuaan diri terjadi walaupun mungkin diri ini masih merasa muda dan bisa melakukan segala-galanya.
Dunia langit
Langit, hadir sebagai mimpi. Bersifat angan-angan tanpa tujuan atau bagian proses pencarian diri. Menatap langit, berarti membangun kesadaran diri, yang dimulai dari mimpi untuk membangun imajinasi. Ya, absurditas yang terhampar di depan diri dicoba terjewantahkan dalam kenyataan hidup. Tapi apakah hal ini bisa terwujud, ataukan hanya sekedar nyanyian kosong. Tentu jawabnya tidak, sebab hari ini adalah penentu esok. Termasuk awan-awan fatamorgana yang harus diraih dengan pengorbanan diri. Dunia langit, dunia yang harus dicari terus menerus.
Tidak ada komentar
Posting Komentar